Jumat, 14 September 2012

STERILISASI DAN DESINFEKSI

1.    Beberapa Pengertian menurut Indan Endjang (2003: 40)
a.    Steril (Suci Hama) artinya bebas dari segala mikroba baik pathogen maupun tidak. Tindakan untuk membuat suatu benda menjadi steril disebut sterilisasi.
b.    Desinfektan adalah zat kimia yang digunakan untuk membunuh mikroba pathogen pada benda-benda, misalnya pada lantai ruangan, meja operasi, dan sebagainya. Tindakannya disebut desinfeksi.
c.    Sanitasi berhubungan erat dengan disinfeksi. Pada proses sanitasi, populasi mikroorganisme direduksi sampai mencapai level atau tingkatan yang dianggap aman oleh standar kesehatan masyarakat. Agen sanitasi disebut sanitizer. Contoh sanitizer yang digunakan adalah sanitizer untuk membersihkan peralatan makan di restoran.
d.    Zat antiseptik adalah zat kimia yang digunakan untuk membunuh mikroba pathogen yang terdapat pada jaringan tubuh untuk mencegah terjadinya sepsis atau infeksi.
e.    Germicida adalah suatu zat yang dapat membunuh mikroba (germ = kuman)
    Zat yang dapat membunuh bakteri adalah baktericida. Zat yang dapat membunuh jamur disebut fungicida. Bakteriostatika adalah zat yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Zat yang dapat membunuh virus disebut virucida.

2.    Metode Sterilisasi
    Metode sterilisasi dibagi menjadi dua, yaitu metode fisik dan metode kimia. Metode sterilisasi kimia dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia, sedangkan metode sterilisasi fisik dapat dilakukan dengan cara panas baik panas kering maupun panas basah, radiasi, dan filtrasi.
a.    Metode Sterilisasi Fisik
1)    Sterilisasi panas
        Metode sterilisasi panas merupakan metode yang paling dapat dipercaya dan banyak digunakan. Metode sterilisasi ini digunakan untuk bahan yang tahan panas. Metode sterilisasi panas tanpa kelembaban (tanpa penggunaan uap air) disebut metode sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering.
        Umumnya untuk bahan yang sensitif terhadap kelembaban digunakan metode sterilisasi panas kering pada temperatur 160-180oC, sedangkan untuk bahan yang resisten kelembaban digunakan metode sterilisasi panas basah pada temperatur 115-134oC.
            Macam-macam cara sterilisasi dengan pemanasan
a)    Pemanasan dengan Nyala Api
            Di laboratorium mikrobiologi cara ini dipakai untuk membuat steril jarum inokulasi, pipet dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-sehari, misalnya membakar peniti sebelum dipakai mengeluarkan duri atau nanah. Cara ini juga dapat digunakan untuk mensterilkan  pisau operasi dalam keadaan darurat.



b)    Pemanasan dengan Udara Panas  (Dry Heat Oven)/Panas Kering
        Cara ini dipakai untuk membuat steril alat-alat dari gelas seperti tabung reaksi, petridish, botol dan alat-alat dari katun. Dengan cara ini pemanasan dilakukan sampai suhu 170oC selama 1 jam atau 140oC selama dua jam. Bila ada bahan dari katun, suhu jangan lebih dari 180oC karena akan terbakar. Juga pada pendinginannya, bila suhu belum mencapai 100oC, oven jangan dibuka dulu sebab alat-alat dari gelas akan pecah karena pendinginan yang mendadak (Indan Endjang, 2003: 43).
    Kelebihan menggunakan sterilisasi ini diantaranya, hasil kering  dapat digunakan untuk bahan termostabil, seperti alat-alat gelas dan mudah dilaksanakan. Kekurangan: waktu yang dihabiskan cukup lama, penetrasi panas terbatas pada lapisan tertentu, dan dibutuhkan tenaga listrik besar.
c)    Merendam dalam Air Mendidih (Menggodok)
    Merendam  dalam air mendidih (menggodok) adalah cara yang mudah, murah, dan cukup efektif sebagai tindakan desinfeksi.
    Air mendidih pada tekanan 1 atmosfer, suhunya 100oC dengan menggodok bentuk vegetatif akan mati dalam waktu 5-15 menit sedangkan bentuk spora akan mati dalam waktu 1-6 jam. Cara ini bayak digunakan untuk membuat steril jarum dan pompa suntik atau alat-alat operasi asalkan dipastikan bahwa alat-alat tersebut tidak berhubungan dengan sumber-sumber spora seperti debu tanah. Lama penggodokan dengan cara ini adalah 15-30 menit dan akan lebih baik ditambahkan 1-3% Na2CO3 karena mempunyai daya untuk menghancurkan dinding spora. Dengan cara ini, mungkin masih terdapat spora. Dalam kehidupan sehari-hari dipakai untuk desinfeksi botol susu dan dot bayi.
d)    Sterilisasi dengan Uap Air yang Ditekan/ Sterilisasi Panas Basah (Uap)
    Proses sterilisasi termal meggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung di suatu bejana yang disebut autoclave. Metode yang paling sering digunakan. Suhu 1210C selama 15-20 menit tergantung bahan/prosedur sterilisasi. Prinsip: Udara di dalam bejana diganti dengan uap jenuh.
    Fase Siklus Sterilisasi
    – Pemanasan/Vakum (Conditioning)
    – Fase Pemaparan Uap (Exposure)
        132°C 2’
        121°C 12’
        116°C 30’
    – Pembuangan Uap (Exhaust)
    – Fase Pengeringan (Drying)
        Metode ini paling banyak digunakan karena hampir 80% alat dan bahan dapat disterilkan dengan metode ini, seperti karet. Biaya operasional cukup rendah dibanding metode lain. Temperatur merata pada setiap tempat selama proses. Cepat dan hasil kering (Indan Endjang, 2003: 44).
e)    Pemanasan dengan Uap yang Mengalir
        Prinsipnya sama dengan dandang untuk menanak nasi. Cara ini pertama kali dilakukan oleh Robert Kock suhu uap air pada tekanan barometer 76 cm Hg adalah 100o C. Dengan cara ini hanya membunuh bakteri bentuk vegetatif. Di laboratorium cara ini dipakai untuk mematikan mikroba pathogen, sebelum alat-alat tersebut dicuci agar tidak membahayakan. Lamanya pemanasan adalah 1 jam, sedangkan membunuh bentuk spora perlu waktu 2-16 jam (Indan Endjang, 2003: 44).
f)    Cara sterilisasi Benda-benda yang Tidak Tahan Suhu Tinggi
(1)     Pasteurisasi
Dengan pasteurisasi  tidak membuat steril, tetapi hanya membunuh mikroba tertentu saja. Pasteurisasi dilakukan terhadap air susu juga pada pembuatan anggur. Suhu yang diberikan bergantung pada mikroba yang akan dibunuhnya.


(2)     Tyndalisasi
    Dengan pasteurisasi kita membuat steril suatu benda secara fraksi (sebagian-sebagian). Cara ini dilakukan untuk membuat steril benda-benda yang tidak tahan suhu lebih dari 100oC.
Caranya:
    Hari pertama, benda yang akan disterilkan dipanaskan dengan uap air yang mengalir dengan 100oC selama 30 menit. Kemudian, dimasukkan inkubator (lemari pengeram) selama 24 jam.
        Hari kedua, pemanasan dan pengeraman diulang lagi. Hari ketiga diulangi untuk ketiga kalinya dan sterilisasi dianggap selesai (Indan Endjang, 2003: 46).
2)    Sterilisasi dengan Penyaringan (filtrasi)
        Metode sterilisasi dengan pengeringan digunakan untuk bahan yang sensitif terhadap panas misalnya enzim. Pada proses ini digunakan membran filter yang terbuat dari selulosa asetat. Kerugian prosedur ini adalah biaya yang mahal serta filter yang mudah mampat akibat filtrat tertinggal pada saringan sehingga harus sering diganti. Kerugian yang lain adalah meskipun memiliki pori-pori yang halus, membram filter tidak dapat digunakan untuk menyaring virus. Jenis filter yang sering digunakan adalah filter HEPA (High Efficiency  Particulate Air) (Sylvia T. Pratiwi, 2008: 140).
3)     Dengan Pengeringan
        Pengeringan akan menyebabkan larutan di sekeliling mikroba menjadi hipertonis, sehingga air keluar dari sel mikroba dan mikroba mati. Gangguan tekanan osmotik ini akan diperhebat bila ditambahkan garam dan bumbu-bumbu, seperti halnya pada pembuatan ikan asin atau dendeng. Cara ini bukanlah tindakan sterilisasi, melainkan pengawetan, karena dengan pengeringan ini hanya menyebabkan berhentinya pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba (Indan Endjang, 2003: 47).
4)    Sterilisasi dengan Radiasi
        Metode sterilisasi dengan menggunakan radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar UV ataupun dengan metode ionisasi. Sinar UV dengan panjang gelomabang 260 nm memiliki daya penetrasi yang rendah sehingga tidak mematikan mikroorganisme namun dapat mempenetrasi gelas, air, dan substansi lainnya. Sinar UV ini bereaksi dengan asam nukleat sel mikroorganisme dan menyebabkan ikatan antara molekul-molekul timin yang bersebelahan dan menyebabkan terbentuknya diimer timin. Dimer timin dapat menghalangi replikasi DNA normal dengan menutup jalan enzim replikasi. Penggunaan sterilisasi dengan sinar UV antara lain untuk sterilisasi kabinet dan ruangan. Endospora bakteri resisten terhadap sinar UV. Metode sterilisasi dengan ionisasi sebesar 2,5 Mrad dapat mempenetrasi jauh ke dalam objek. Penggunaan teknik ini, misalnya dengan radiasi gamma dari kobalt-60, lebih kuat daya tembusnya dibandingkan dengan cahaya UV dan tidak dilakukan dalam laboratorium. Metode sterilisasi ini ditujukan untuk merusak asam nukleat mikroorganisme dan digunakan untuk bahan-bahan yang tidak dapat disterilisasi menggunakan panas, contohnya bahan plastik sekali pakai (disposable plasticware), antibiotik, hormon, dan jarum suntik (syrnge) (Sylvia T. Pratiwi, 2008: 140-141).
5)    Pendinginan
    Suhu rendah menyebabkan pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba terhenti. Cara ini dipakai untuk mengawetkan bahan makanan yang mudah membusuk, misalnya daging, karena pada suhu rendah ini, bahan makanan itu tidak akan dirombaknya. Pada suhu -20oC (minus dua puluh derajat Celcius) (suhu lemari pendingin pada umumnya) mikroba tidak bisa merombak makanan sehingga tidak terjadi pembusukan. Beberapa bakteri mati pada suhu 0oC misalnya Neisseria gonorrhoea, Treponema pallida (Indan Endjang, 2003: 41-42).



b.    Metode Sterilisasi Kimia
Metode sterilisasi kimia dilakukan untuk bahan-bahan rusak bila disterilkan pada suhu tinggi (misalnya bahan-bahan dari plastik). Kekuatan agen antimikroba kimiawi diklasifikasikan atas dasar efisiensinya dalam membunuh mikroorganisme. Seluruh gremisida diklasifikasikan sebagai kategori tingkat tinggi karena efektif terhadap seluruh bentuk kehidupan termasuk endospora bakteri (Sylvia T. Pratiwi, 2008:  141-142).
Metode sterilisasi kimia dapat dilakukan dengan  menggunakan gas (dengan cara fumigasi atau pengasapan) atau radiasi. Beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk sterilisasi gas adalah etilen oksida, gas formaldehid, asam parasetat, dan glurtaradehid  alkalin. Sterilisasi kimia dapat juga dilakukan dengan penggunaan cairan desinfektan berupa senyawa aldehid, hipoklorit, fenolik, alkohol (Sylvia T. Pratiwi, 2008: 142).

MEDIA PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

Media adalah suatu substrat yang digunakan untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroorganisme.
1. Syarat-syarat Media
a. Mengandung komposisi :
1)  Air
2)  Sumber energi metabolik (fermentasi, respirasi, fotosintesis)
3) Zat hara (sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, oksigen, hidrogen dan trace elements)
4)  Asam amino, vitamin, nukleosida
b. Memiliki pH, temperatur dan tekanan osmotik yang sesuai dengan   kebutuhan mikroorganisme.
c.     Steril, agar tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme pencemar.
2. Fungsi Komponen-komponen Media
a.    Mayoritas sel terdiri atas karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, fosfor.
       Senyawa di atas dibutuhkan dalam pembentukan membran sel, protein,  asam nukleat dan struktur lain dari sel.
b.    Senyawa tersebut di atas dibutuhkan dalam jumlah banyak, meliputi dari berat kering sel, disebut makronutrien.
c.    Senyawa lainnya yang dibutuhkan dalam jumlah yang lebih kecil antara  lain kalsium, potassium, magnesium, sulfur, besi, mangan. Senyawa ini disebut MIKRONUTRIEN. Mikronutrien meliputi 0.1-1.0% dari berat kering sel. Walaupun dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit,    mikronutrien berperan penting dalam fungsi sel.
d.    Trace elements dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil yang sukar ditentukan. Jumlah yang dibutuhkan adalah < 0.1%.
e.    Growth factors (faktor pertumbuhan) adalah molekul organik yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan tidak bisa disintesis oleh mikroorganisme itu sendiri, misalnya vitamin, asam amino dan nukleotida. Faktor pertumbuhan juga merupakan substansi kimia yang digunakan oleh mikroorganisme untuk proses biosintesis dan sebagai sumber energi.
3.    Pengaruh pH, Temperatur dan Tekanan Osmotik terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme
 Bila mikroorganisme tumbuh, pH media sering berubah-ubah.  Mikroorganisme yang melakukan fermentasi akan menghasilkan asam pada  pH 3.5. Pada saat terjadi metabolisme protein dan asam amino, mikroorganisme akan melepaskan ion ammonium menjadi basa. Mikroorganisme memiliki pH  optimum 7, tetapi dapat hidup pada pH 5-8
4.    Jenis Media
a.    Berdasarkan konsistensi :
1)    Media padat (agar/gelatin)
Dibuat dengan cara menambahkan agen pemadat, misalnya agar, gelatin atau silica gel ke dalam media cair. Agen pemadat yang baik adalah tidak diuraikan oleh mikroorganisme, tidak menghambat pertumbuhan mikroorganisme, tidak mencair pada suhu ruang. Agar dan silica gel tidak mencair pada suhu ruang dan tidak diuraikan oleh mikroorganisme. Sebaliknya, gelatin, diuraikan oleh mikroorganisme dan mencair pada suhu ruang. Contoh : agar nutrien, agar darah, Saboraud’s agar.
2)    Media cair (broth)
Meliputi nutrient broth (kaldu nutrien), citrate broth, glucose broth, litmus milk dsb. Media cair digunakan dalam propagasi banyak mikroorganisme, uji fermentasi dan uji lainnya.
3)    Media semi-padat: agar bulyon setengah padat (bulyon = kaldu)
b.    Berdasarkan kimiawi :
1)    Media sintetik
Yakni media yang mempunyai kandungan dari isi bahan yang telah dketahui secara terperinci. Media sintetik sering digunakan untuk mempelajari sifat faali dan genetika mikroorganisme. Senyawa anorganik dan organik ditambahkan dala media sintetik harus murni, sehingga harganya mahal. Contoh: cairan hanks, locke, thyrode, eagle, dan sebagainya (dalam laboratorium virologi).
2)    Media non-sintetik (alami)
Merupakan media yang mengandung bahan-bahan yang tidak diketahui secara pasti baik kadar maupun susunannya. Contohnya ekstrak daging, pepton, ekstrak ragi, kaldu daging, serum, vitamin, asam amino, atau nukleosida.
3)    Media Semi Sintetis
Misalnya cairan hanks yang ditambah serum (laboratorium virologi).
c.    Berdasarkan sifat :
1)    Media Persemaian (nutrient media), yaitu media yang sangat kaya akan zat makanan dan mempunyai susunan bahan sedemikian rupa sehinga hanya menyuburkan satu jenis kuman yang dicari saja. Contoh: pembenihan Kauffman untuk persemaian Salmonela typhi.
2)    Media Umum
Untuk pertumbuhan atau perkembangan satu atau lebih kelompok mikroorganisme, seperti agar kaldu nutrisi untuk bakteria, agar kentang, Dekstrosa untuk jamur, dan sebagainya.
3)    Media eksklusif, yaitu media yang hanya memungkinkan tumbuhnya satu jenis kuman saja, sedangkan yang lainya dihambat atau dimatikan. Contoh pembenihan air pepton alkalis yang mempunyai pH yang tinggi sehingga kuman lain tidak dapat tumbuh kecuali vibrio.



4)    Media Pengaya
Untuk memberikan kesempatan terhadap suatu jenis/kelompok mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembangbiak lebih cepat dari jenis/kelompok lain  satu media. Misalnya untuk memisahkan bakteri penyakit tifus (Salmonella typhi) dari bahan tinja (kotoran manusia).
5)    Media Penguji
Media yang digunakan untuk pengujian senyawa atau benda tertentu dengan bantuan mikroorganisme. Misalnya media penguji vitamin, asam amino, antibiotika, residu pestisida, residu detergen, dan sebagainya. Media disamping disusun oleh media dasar untuk kepentingan pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba, juga ditambahkan sejumlah senyawa tertentu yang akan diuji.
6)    Media Perhitungan
Media yang digunakan untuk menghitung jumlah mikroorganisme pada suatu bahan.
7)    Media Selektif
Media yang hanya menumbuhkan mikroorganisme yang diinginkan saja yang dapat tumbuh karena tidak adanya nutrien penting bagi mikroorganisme yang tidak diinginkan untuk tumbuh dan kehadiran substansi inhibitor seperti NaCl, asam, kristal violet (toksik), antibiotika (misal: streptomisin) dsb.

8)    Media Diferensial
Media yang mengandung substansi yang dapat menyebabkan munculnya karakteristik dari masing-masing mikroorganisme yang ditumbuhkan. Contoh media selektif dan diferensial: Levine EMB agar untuk analisis koliform dalam air.

Rabu, 12 September 2012

INFEKSI NOSOKOMIAL

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh selama penderita mendapatkan perawatan di rumah sakit. Penyakit ini tidak diderita pada waktu masuk ke rumah sakit dan penderita tidak dalam masa inkubasi suatu penyakit infeksi. Infeksi nosokomial, tidak hanya meningkatkan angka kematian, angka sakit dan pederitaan, tetapi juga meningkatkan biaya perawatan dan pengobatan yang harus ditanggung penderita (Indan Entjang, 2003:55-56).
Menurut Chris Brooker (2008) infeksi nosokomial atau infeksi yang didapat di rumah sakit terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit paling tidak selama 72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda serta gejala infeksi saat masuk rumah sakit.
Penyakit yang sering  ditimbulkan dari infeksi nosokomial diantaranya infeksi luka operasi, infeksi saluran kemih, bakterimia, dan pneumonia (Barbara J. Gruedemann., Billie Frensebner, 2005).
Menurut Indan Entjang (2003:57) “bakteri yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella sp.”
 “Tim pengendalian infeksi rumah sakit dapat menyusun program pengendalian infeksi melalui sebuah kebijakan yang diterbitkan oleh direktur rumah sakit yang meliputi standar kerja, penelitian epidemologi/surveilans, pendidikan dan pelatihan, dan laporan” (Darmadi, 2008: 17).
Pencegahan infeksi nosokomial dari sisi petugas diantaranya, petugas layanan medis harus menerapkan kebersihan (personal hygiene) dan segala tindakannya harus pula hygenis, dan harus pula memperlakukan semua material dan instrument dengan cara    hygienis (Darmadi, 2008: 20).
 “Penerapan cara aseptis dapat mencegah infeksi nosokomial. Diantaranya, mencuci tangan dan desinfeksi. Mencuci adalah proses menghilangkan kotoran yang kelihatan, sementara desinfeksi adalah tindakan untuk membunuh atau mengurangi pertumbuhan mikroorganisme” (Joyce James., Colin Baker., Helen Swain., 2008:199).




Selasa, 11 September 2012

Cara Penularan Infeksi

  Cara Penularan Infeksi


    Bibit penyakit (mikroba pathogen) dapat menular (berpindah) dari penderita, hewan sakit atau reservoir bibit penyakit lainnya, ke manusia sehat dengan beberapa cara.
1.    Melalui Kontak Jasmaniah (PersonalContact)
a.    Kontak Langsung (Direct Contact)
Bibit penyakit menular karena kontak badan dengan badan antara penderita dan orang yang ditulari.
Misalnya penularan penyakit kelamin seperti Sypilis, Gonorhoe, dan penyakit kulit scabies (kudis).
b.    Kontak Tidak Langsung
Bibit penyakit menular dengan perantaraan benda-benda yang terkontaminasi karena telah berhubungan dengan penderita ataupun bahan-bahan yang berasal dari penderita yang mengandung bibit penyakit seperti feces, urina, darah, muntahan, dan sebagainya.



2.    Melalui makanan dan minuman (Food Borne Infections)
        Bibit penyakit menular dengan perantaraan makanan dan minuman yang telah terkontaminasi. Makanan dan minuman dapat terkontaminasi, dalam perjalanan sebelum siap dikonsumsi antara lain:
a.    Dari sumbernya:misalnya susu berasal dari sapi yang menderita
b.    Waktu pengangkutan: misalnya diangkut dengan alat angkut yang tidak seharusnya.
c.    Tempat penyimpanan: misalnya makanan terkontaminasi oleh kotoran tikus atau kotoran kecoa karena makanannya tidak tertutup baik.
d.    Pengolahan:misalkan makanan diolah oleh petugas yang sedang sakit.
e.    Penyajian: misalnya makanan dihinggapi lalat (Musca domestica).
Penyakit–penyakit yang menular dengan cara ini antara lain: Cholera, thypus abdomalis, Dysentri.
3.    Melalui Serangga (Artrhopod Borne Infection)
Bibit penyakit yang menular melalui serangga (arthropoda). Dalam hal ini serangga pun dapat merupakan host (tuan rumah) dari bibit penyakit ataupun sebagai (transmiter) saja. Misalnya:
a.    Malaria disebabkan oleh Plasmodium sp, (protozoa) ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp.
b.    Demam berdarah (Dengue haemorrhagic fever) disebabkan oleh virus Dengue, ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.


4.    Melalui udara (Air Bone Infection)
    Penyakit yang menular melalui udara, terutama penyakit saluran pernapasan seperti:
a.    Melalui debu di udara yang mengandung bibit penyakit. Misalnya penularan penyakit Tuberculosa paru-paru yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis.
b.    Melalui tetes ludah halus (Droplet infections) 
Bibit penyakit  yang menular dengan perantaraan percikan ludah pada penderita batuk atau bercakap-cakap. Misalnya:penyakit diphteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae.

Mikrobiologi

 Tinjauan tentang Kuman

1.    Definisi Kuman
Kuman adalah organisme kecil seperti virus, bakteri, jamur, protozoa, mikroskopik jahat yang dapat menyebabkan suatu penyakit atau gangguan kesehatan ringan maupun berat pada tubuh organisme inangnya seperti manusia, hewan, dan sebagainya. Beberapa penyakit /gangguan kesehatan akibat kuman yaitu seperti pilek, batuk, radang tenggorokan, TBC, hepatitis, HIV, diare, dan lain sebagainya.
Hama penyakit atau kuman menurut Anies (2006) dibagi dalam empat kelompok besar. Yaitu virus, bakteri, fungi, (cendawan atau jamur), dan parasit (protozoa, cacing, dan sebagainya). Dari keempat kelompok hama penyakit ini, virus dan bakteri merupakan penyebab infeksi yang paling potensial dan paling berbahaya.
2.    Jenis-jenis Kuman
a.    Virus
Virus ukurannya sangat kecil, jauh lebih kecil dari bakteri, yakni berkisar antara 20 mµ-300 mµ sehingga tidak dapat melewati saringan (filter) bakteri. Virus tidak dapat diendapkan dengan sentrifugasi biasa. Untuk melihat virus diperlukan mikroskop elektron yang pembesarannya dapat mencapai 50.000 kali.
Sifat-sifat virus yang penting antara lain:
1)    Virus hanya mempunyai 1 macam asam nuklein (RNA atau DNA)
2)    Untuk reproduksinya hanya memerlukan asam nuklein saja.
3)    Virus tidak dapat tumbuh atau membelah diri seperti mikrobia lainnya.
 “Virus umumnya berupa semacam hablur (kristal) dan bentuknya sangat bervariasi. Ada yang berbentuk oval, memanjang,  silendris, kotak, dan kebanyakan berbentuk seperti kecebong dengan “kepala” oval dan “ekor” silindris” (D.A. Prawati., Sri Maryati., Srikini., Suharno., dan Bambang S., 2004:55).
Virus memiliki sifat-sifat khas dan tidak merupakan jasad yang dapat berdiri sendiri. Virus memperbanyak diri dalam sel jasad inang (parasit obligat) dan menyebabkan sel-sel itu mati. Sel inang adalah sel manusia, hewan, tumbuhan, atau pada jasad renik yang lain. Sel jasad yang ditumpangi virus dan mati itu akan mempengaruhi sel-sel sehat yang ada di dekatnya, dan karenanya dapat mengganggu seluruh kompleks sel (becak-becak daun, becak-becak nekrotik dan sebagainya (Sri Sumarsih, 2003).
Virus tidak memiliki banyak atribut sel, termasuk kemampuan untuk bereplikasi. Suatu virus bisa bereproduksi hanya bila ia menginfeksi semua sel, termasuk sel mikroba. Interaksi antara virus dan pejamu yang potensial. Virus lebih lanjut ditunjukkan oleh susunan strateginya yang luas untuk bereplikasi dan bertahan hidup (Geo F. Brooks., Janet S. Butel., Stephen A. Morse, 2007:2)
Peranan virus terhadap manusia, hewan, dan tumbuhan, umumnya adalah bersifat merugikan karena dapat menyebabkan berbagai penyakit. Virus  penyebab penyakit  diantaranya virus influenza, virus herpes,  virus HIV, polio, dan gondong. Akan tetapi, ada pula virus yang dapat dimanfaatkan untuk menyerang bakteri, yang disebut bakteriofag (fag). Beberapa galur virus dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan vaksin.
b.    Bakteri
Bakteri merupakan mikrobia prokariotik, termasuk Schizomycetes, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Bakteri tidak berklorofil kecuali beberapa yang bersifat fotosintetik. Cara hidup bakteri ada yang dapat hidup bebas, parasitik, saprofitik, patogen pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Habitatnya tersebar luas di alam, dalam tanah, atmosfer (sampai + 10 km di atas bumi), di dalam lumpur, dan laut (Sri Sumarsih, 2003).
Dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi lensa okuler mikrometer, ukuran bakteri dinyatakan dalam satuan mikron (1 mikron = 0,001 mm). Panjang bakteri umumnya berkisar 0,1 – 0,2 mikron. Bentuk bakteri sangat bervariasi, tetapi secara umum ada 3 tipe, yakni bentuk batang/silinder (basil), bentuk bulat (kokus), bentuk spiral (spirilum).
Patogenesis infeksi oleh bakteri mencakup awal mula proses infeksi dan mekanisme timbulnya tanda dan gejala penyakit. Ciri khas bakteri yang bersifat patogen adalah mempunyai kemampuan menularkan, melekat pada sel pejamu, menginvasi sel pejamu dan jaringan, toksigenisitas, dan mampu menghindari sistem imun pejamu. Penyakit terjadi jika bakteri atau reaksi imunologi terhadap keberadaan patogen tersebut menyebabkan kerusakan pada tubuh seseorang (Geo F. Brooks., Janet S. Butel., Stephen A. Morse, 2007:149).
Contoh bakteri penyebab penyakit, Mycobacterium Tubercolosis penyebab penyakit tubercolosis, Salmonella typhosa penyebab penyakit tifus, Vibrio comma penyebab penyakit kolera, Neiseria gonorhoeae menyebabkan penyakit kelamin (kencing nanah), Troponema pallidum menyebabkan penyakit kelamin (sipilis).
c.     Protozoa
Protozoa ialah organisme unisel heterotrof seperti halnya hewan yang dapat bergerak secara khusus. Sebagian berkoloni. Suatu koloni merupakan satu kesatuan sel yang tidak padat, setiap satunya mesti memenuhi keperluan fisiologinya sendiri. 
Ukuran Protozoa bervariasi, yaitu mulai kurang dari 10 mikron (µm) dan ada yang mencapai 6 mm, meskipun jarang. Di perairan, Protozoa adalah penyusun zooplankton. Protozoa hidup soliter atau berkoloni. Jika keadaan kurang menguntungkan, Protozoa membungkus diri membentuk sista untuk mempertahankan diri. Bila mendapat lingkungan yang sesuai hewan ini akan aktif lagi. Cara hidupnya ada yang parasit, saprofit, dan hidup bebas (D.A. Prawati., Sri Maryati., Srikini., Suharno., dan Bambang S., 2004:86)
Contoh Protozoa penyebab penyakit. “Trypanosoma gambiense dan Trypanosoma rhodesiense. Menyebabkan penyakit tidur di Afrika dengan vektor pembawa lalat Tsetse” (Glossina sp.) Entamoeba histolytica penyebab diare.
d.    Jamur 
Jamur adalah makhluk hidup eukariota bersel satu atau multiseluler, dan bersifat heterotof dengan menyerap zat organik dari lingkungannya. Jamur ada yang bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, dan saprofit. Jamur dapat pula melakukan simbiosis mutualisme seperti pada bintil akar tanaman kacang-kacangan atau lumut kerak.
  Di dalam dunia mikrobia, jamur termasuk divisio Mycota (fungi). Mycota berasal dari kata mykes (bahasa Yunani), disebut juga fungi (bahasa Latin). Ada beberapa istilah yang dikenal untuk menyebut jamur,
1)    Mushroom yaitu jamur yang dapat menghasilkan badan buah besar, termasuk jamur yang dapat dimakan,
2)    Mold yaitu jamur yang berbentuk seperti benang-benang, dan
3)    Khamir yaitu jamur bersel satu. Jamur merupakan jasad eukariot, yang berbentuk benang atau sel tunggal, multiseluler atau uniseluler. Sel-sel jamur tidak berklorofil, dinding sel tersusun dari khitin, dan belum ada diferensiasi jaringan.
 Jamur bersifat khemoorganoheterotrof karena memperoleh energi dari oksidasi senyawa organik. Jamur memerlukan oksigen untuk hidupnya (bersifat aerobik). Habitat (tempat hidup) jamur terdapat pada air dan tanah. Cara hidupnya bebas atau bersimbiosis, tumbuh sebagai saprofit atau parasit pada tanaman, hewan dan manusia (Sri Sumarsih, 2003).
Contoh jamur penyebab infeksi adalah Pneumonia carinii menyebabkan penyakit pneumonia pada paru-paru manusia dan Candida menyebabkan oportunistik jika imunitas manusia menurun. 

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
 DI LABORATORIUM OBAT TRADISIONAL  BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
DI YOGYAKARTA

Oleh:
1.    FIDHIA AULIARTY/09.350
2.    LATIF AL IMRON/09.535
3.    LUAIVA DWI AGUSTIN/09.536

AKADEMI ANALIS FARAMASI DAN MAKANAN SUNAN GIRI PONOROGO
2012


LEMBAR PENGESAHAN

Kegiatan praktek kerja lapangan yang berjudul:
Laporan Praktek Kerja Lapangan di Laboratorium Obat Tradisional Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Yogyakarta

Yogyakarta,24 Febuari 2012


Mengetahui,

Kepala Bidang Pengujian Produk
Terapetik,Psikotropik,Narkotik,Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplimen


Penyelia Laboratorium
Obat Tradisional dan Produk Komplimen I





Dra. Triyanti Setyorini,Apt,M.kes
NIP. 196310015 198903 2 001



Umi Haniah,S.F,Apt
19790719 200312 2 001








KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulisan laporan praktikum lapotran Praktek Kerja Lapangan ini dapat terselesaikan dengan dengan baik.
Laporan Praktek Kerja Lapangan ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi bagi setiap peserta PKL sebagai wacana maupun dokumentasi yang dapat dimanfaatkan bersama. Laporan ini berisikan hal-hal yang berkaitan dengan Praktek Kerja Lapangan, yaitu mencakup gambaran umum  Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di  Yogyakarta. Metode praktek yang dilaksanakan serta selama pelaksanaan yang dilengkapi dengan hasil pengamatan dan kesimpulan hasil praktikum.
Terimakasih diucapkan kepada:
1.    Drs. Soegiri, Apt selaku direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan (AKAFARMA) Ponorogo yang telah mengantarkan kami ke jenjang depan melalui sistem-sistem  yang telah beliau susun bersama staf-staf  yang ada.
2.    Segenap dosen yang telah menyalurkan ilmunya kepada penulis sehingga dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu tersebut dalam PKL.
3.     Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan  di Yogyakarta yang telah memberikan izin kepada penulis sehingga dapat melaksanakan PKL di BBPOM di Yogyakarta dengan lancar.
4.     Pembimbing selama Praktek Kerja Lapangan, yang tiada bosan-bosannya memberikan bimbingannya.
5.    Semua pihak terkait yang membantu dalam proses penyusunan laporan ini.
Semoga karya penulis yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi kita bersama juga bagi perkembangan khasanah keilmuan.
                                  Yogyakarta, 24 Febuari 2012
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Obat tradisional telah lama dipercaya turun-temurun dapat menjaga kesehatan dan menyembuhkan penyakit. Kemajuan ilmu pengobatan yang semakin moden ternyata tidak mematikan pengobatan tradisional yang telah dulu dikenal. Obat tradisional sebagai produk yang sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak masa lampau juga telah menjadi obat alternatif   yang sudah diyakini khasiatnya.
Harganya yang murah dan efek samping yang rendah  menjadi salah satu pertimbangan masyarakat untuk menjadikan obat tradisional  sebagai obat. Karena ketersediaan dan kepraktisannya, masyarakat lebih memilih obat tradisional sediaan jadi dari pada mengambil langsung  dari alam dan mengolahnya sendiri.
Selain  obat tradisional sediaan jadi, produk yang sering digunakan masyarakat adalah produk komplimen. Produk  komplimen merupakan produk peralihan obat tradisional dan obat modern. Produk  ini sering digunakan sebagai supplemen, menjaga daya tahan tubuh, dan multivitamin.
 Semakin banyak masyarakat yang membeli produk obat tradisional dan produk komplimen dimanfaatkan produsen nakal dengan menambahkan BKO (Bahan Kimia Obat) dalam produknya. Hal ini dilakukan agar produknya berefek cepat sehingga obat tradisional cepat terjual. Tidak hanya itu saja, tingginya konsumsi sediaan jadi dan produk komplimen produsen sering menambahkan bahan pengawet yang tidak sesuai standar yang ditetapkan BPOM. Produsen mencari keuntungan tanpa mempedulikan konsumen. Tanpa disadari masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan karena tidak tahu menahu efek jangka panjang akibat dari penggunaan obat tradisional sediaan jadi dan produk komplimen yang sudah mendapat penambahan BKO dan bahan pengawet yang tidak sesuai standar.
Untuk menghentikan produsen “nakal” dalam pengedaran obat tradisional dan produk komplimen tersebut, maka BBPOM mengadakan pengawasan langsung terhadap jamu obat tradisional dan produk komplimen yang beredar di pasaran. Disamping pengawasan langsung tentang cara pembuatan obat tradisional dan produk komplimen agar sesuai dengan persyaratan yang tertera dalam Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB), BBPOM juga melakukan pengawasan terhadap mutu dan keamanan obat tradisional yang beredar di masyarakat, dengan sampling Obat Tradisional di pasaran dan melakukan pengujian di Laboratorium. Laboratorium Obat Tradisional melakukan pengujian identifikasi BKO untuk menjamin keamanan Obat Tradisional yang beredar di masyarakat. Pengujian identifikasi BKO dan pengawet dilakukan secara KLT dilanjutkan dengan metode Spektrofotometri UV-Visible, Spektrofotometri Densitometri dan KCKT sebagai penegas.
Salah satu BKO dan bahan penagwet yang kemungkinan ditambahkan dalam obat tradisional yang beredar harus sudah terdaftar dan mendapat izin dari edar dari BPOM. BPOM juga berhak menarik obat tradisional yang apabila di kemudian hari dalam peredaran ternyata mengandung BKO dan bahan pengawet, sehingga BPOM selalu melakukan pengawasan dan pengujian berkala terhadap produk obat tradisional yang diedarkan di masyarakat.

B.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana cara analisis dalam sampel obat tradisional yang diduga mengandung Bahan Kimia Obat?
2.    Apakah dalam sampel obat tradisional yang diuji mengandung Bahan Kimia Obat?
3.    Apakah uji keseragaman bobot obat tradisional dalam sediaan pil, kapsul, dan tablet memenuhi syarat?
4.    Apakah terdapat pengawet di dalam sediaan serbuk obat tradisional?
5.    Apakah dalam Vitamin C dan vitamin B komplek dalam sediaan produk komplemen memenuhi syarat?

C.    Tujuan
1.    Tujuan Umum
Praktek Kerja Lapangan bertujuan agar mahasiswa dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui kegiatan langsung di Laboratorium Obat Tradisional Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta.
2.    Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan program Prakter Kerja Lapangan mahasiswa dapat melakukan analisis dalam sampel Obat Tradisional dan komplimen yang diduga mengandung Bahan Kimia Obat dan tidak sesuai CPOTB.
D.    Manfaat
Manfaatkan yang dapat diambil dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan baik untuk mahasiswa maupun pendidikan adalah:
1.    Bagi Mahasiswa
a.    Memperoleh ilmu pengetahuan yang nyata tentang kondisi suatu laboratorium, meliputi: kondisi fisik laboratorium, peralatan laboratorium yang digunakan, kondisi para karyawan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
b.    Memperoleh pengalaman nyata yang berguna untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan di bidang analisis zat atau obat.
c.    Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan perkembangan industri dan zaman.  
2.    Bagi Lembaga Pendidikan
a.    Terjalin hubungan baik antara Akafarma Sunan Giri Ponorogo dengan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di Yogyakarta sehingga memungkinkan kerja sama ketenagakerjaan dan bentuk kerja sama lainnya.
b.    Mendapat umpan baik untuk meningkatkan kualitas pendidikan, sehingga selalu dapat mengikuti perkembangan dunia industri.
c.    Bagi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta
1)    Memperoleh masukan-masukan baru dari lembaga pendidikan, melalui mahasiswa yang sedang melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL).
2)    Dapat menjalin hubungan baik dengan lembaga pendidikan khususnya Akafarma Sunan Giri Ponorogo.




















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Gambaran Umum Balai Besar POM Yogyakarta
Balai Besar POM Yogyakarta terdiri dari tiga gedung:
1.    Gedung 1
Lantai I
a.    Ruang kepala balai
b.    Ruang tata usaha
c.    Laboratorium pengujian terapetik, ruang instrument, dan ruang disolusi
d.    Obat Tradisional dan ruang instrumen
e.    Gudang reagen dan alat gelas
f.    Ruang ultrasonik dan produksi akuades
Lantai II
a.    Laboratorium pengujian pangan dan bahan berbahaya
b.    Laboratorium pengujian mikrobiologi
c.    Ruang arsip dan ruang gudang ATK
2.    Gedung II
Lantai I: Bidang sertifikasi dan ;layanan informasi konsumen
Lantai II : Ruang pemeriksaan dan penyelidikan
3.    Gedung III
Lantai I
a.    Laboratorium pengujian Napza
b.    Laboratorium pengujian Kosmetik dan ruang instrument kosmetik
c.    Gudang sampel
Lantai II
a.    Laboratorium baku pembanding
b.    Aula

1.    Tugas Pokok dan Fungsi
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, Balai Besar POM di Yogyakarta adalah salah satu Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Badan POM RI yang mempunyai kegiatan utama yaitu:
a.    Melaksanakan kegiatan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif  lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya.
b.    Untuk menjalankan tugas pokok tersebut, Balai Besar POM di Yogyakarta melakukan kegiatan sebagai berikut:
1)    Menyusun rencana dan progam pengawasan obat dan makanan.
2)    Melaksanakan pemeriksaan setempat, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplimen, pangan dan berbahaya.
3)    Melaksanakan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi.
4)    Melaksanakan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi  dan distribusi.
5)    Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.
6)    Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Balai Besar POM.
7)    Melaksanakan kegiatan layanan informasi konsumen.
8)    Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
9)    Melaksanakan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
10)    Melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Balai Besar POM sesuai dengan bidang tugasnya.




2.    VISI DAN MISI
a.    VISI
Menjadi institusi pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat.

b.    MISI
1.    Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandart  internasional
2.    Menetapkan sistem manejemen mutu secara konsisten
3.    Mengoptimalkan kemitraan dengan memangku kepentingan di berbagai lini.
4.     Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat makanan yang beresiko terhadap kesehatan.
5.    Membangun organisasi pembelajaran (learning organization)

3.    BUDAYA ORGANISASI
   Pada prinsipnya budaya organisasi Balai Besar POM Yogyakarta mengacu pada budaya organisasi badan POM yaitu ;
a.    Profesionalisme
Menegakkan profesionalisme dengan intregitas objektifitas,ketekunan dan komitmen yang tinggi.
b.    Kredibel
 Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.
c.    Cepat tanggap
Antisipatif dan responsive dalam mengatasi masalah.
d.    Kerja sama tim
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.
e.    Inovatif
Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.

4.    PRINSIP DASAR SISTEM PENGAWASAN
a.    Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan profesional.
b.    Tindakan dilakukan berdasarkan tingkat resiko dan berbasis bukti ilmiah.
c.    Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus proses.
d.    Berskala nasional atau lintas provinsi, dengan jaringan kerja internasional.
e.    Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.
f.    Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.

A.    Pengertian Obat Tradisional
Menurut UU No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan PP No.72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat kesehatan, yang dimaksudkan dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral dan atau sediaan sarian galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman. Dalam UU tersebut juga dicantumkan bahwa obat tradisional harus memenuhi aspek persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Definisi dari sediaan bahan di atas adalah:
1.    Simplisia Nabati
Adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat–zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.
2.    Simplisia hewani
Adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
3.    Simplisia Pelikan (mineral)
Adalah simplisia yang berupa bahan pelikan (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

B.    Bahan Pengawet Obat Tradisional

1)    Metil Paraben
Metil paraben adalah senyawa antijamur yang digunakan sebagai bahan pengawet pada untuk banyak produk kesehatan dan kecantikan. Metil paraben mudah diserap melalui kulit dan saluran pencernaan. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan masalah kesehatan kronis seperti kanker payudara dan infertifilitas pria.  Metil paraben pada sediaan obat traddisional dilarang kecuali pada sediaan pil, kapsul, tablet. Syarat kadar tidak boleh lebih 0,1%.
 
2)    Propil Paraben
Merupakan turunan dari benzoat dan rantai dari metil paraben. Sifat sama dengan garam benzoate. Efek terabsorbsi dalam saluran cerna, pada beberapa orang menyebabkan alergi terutama pada kulit dan mulut. Persyaratan  pada obat tradisional serbuk tidak boleh mengandung propil paraben. Pada obat tradisional sediaan pil, tablet, kapsul, boleh ditambahkan syarat tidak lebih dari 0,1%. Mudah diserap tubuh Efek samping sama dengan garam benzoate. Lebih  toksis dari metil paraben

3)    Asam Sorbat
Asam sorbat mengandung tidak kurang dar 99,0% dan tidak lebih dari 100,0% dari asam sorbat C6H8O2 dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian:serbuk hablur,  putih, mengalir bebas bau khas (FI IV 1995 hal 52). Persyaratan  pada obat tradisional serbuk tidak boleh mengandung asam sorbat. Pada obat tradisional sediaan pil, tablet, kapsul, boleh ditambahkan syarat tidak lebih dari 0,1%.
4)    Asam Benzoat
Asam benzoat (C7H6O2 ) mengandung tidak kurang 99,5% dan tidalk lebih dari 100,5% asam benzoat dihitung terhdap zat anhidrat.pemerian: hablur pbentuk jarum atau sisik putih, sedikit berbau biasanya bau benzaldehid atau benzoin (FI IV 1995 hal 47).
Persyaratan  pada obat tradisional serbuk tidak boleh mengandung asam benzoat. Pada obat tradisional sediaan pil, tablet, kapsul, boleh ditambahkan syarat tidak lebih dari 0,1%. Menimbulkan  reaksi alergi. Seperti pada garam benzoate.
.
C.    Bahan Kimia Obat
Bahan kimia obat (BKO) adalah senyawa sintesis atau bisa juga produk kimiawi yang berasal dari bahan alam yang umumnya digunakan pada pengobatan modern. Penggunaan BKO pada pengobatan modern selalu disertai takaran atau dosis, atau cara pakai yang jelas dan peringatan-peringatan akan bahaya dalam penggunaannya. Meski demikian, sebagai bahan kimia asing bagi tubuh, tetap saja harus waspada karena banyak kemungkinan terjadinya efek samping.
Berdasarkan hasil pengawasan obat tradisional melalui sampling dan pengujian laboratorium oleh Badan POM RI terdapat beberapa obat tradisional yang dicampur dengan bahan kimia obat. Beberapa bahan kimia obat yang ditemukan tercatat antara lain parasetamol, fenil butason, methampiron, deksametason, CTM, allupurinol, sildenafil sitrat, sibutramin hidroklorida, ibuprofen, furosemid, piroksikam, teofilin, kafein, metiltestoteron, natrium diklofenak, asam mefenamat.
Kegunaan atau efek samping yang konsisten Bahan Kimia Obat tersebut diatas adalah sebagai berikut:
1.    Parasetamol
Mempunyai efek terapi analgesik, antipiretik, antiinflamasi nonsteroid,dan antipirai. Ditemukan pada jamu asam urat, reumatik, pegal linu, flu burung dan pengapuran. Resiko dan efek samping penggunaan paracetamol dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan kerusakan hati.
2.    Fenilbutazon
Merupakan anti inflamasi yang kuat, ditemukan pada jamu asam urat, flu tulang, gemuk sehat, rematik, encok, sehat stamina, lemah syahwat, sehat bugar, pegal linu, sakit gigi, ekstra fit dan obat kuat. Resiko dan efek samping adalah mual, muntah, ruam kulit, retensi cairan dan elektrolit (edema), perdarahan lambung, nyeri lambung dengan perdarahan atau perforasi, reaksi hipersensitifitas, hepatitis, nefritis, gagal ginjal, leucoponia, anemi aplastik.
3.    Methampiron
Mempunyai efek terapi analgetik, antipiretik, anti inflamasi nonsteroid, antipirai. Ditemukan pada jamu pegal linu, encok, asam urat, asma ambien, kesehatan/penyembuhan, dan gemuk sehat. Resiko dan efek samping adalah menyebabkan gangguan saluran cerna seperi mual, tinnitus (telinga berdenging) dan neuropati, gangguan darah, pembentukan darah dihambat (anemi aplastik), gangguan ginjal, shock, kematian, dll.
4.    Deksametason
Mempunyai efek terapi sebagai antialergi, antiasma, kortikosteroid, Ditemukan pada jamu asam urat, antiloyo, dan menambah berat badan. Resiko dan efek samping adalah menyebabkan moon face, retensi cairan dan elektrolit, hiperglikemia, gangguan pertumbuhan, osteoporosis, daya tahan terhadap infeksi menurun, miopati, gangguan lambung, ganguan hormon,dll.
5.    Allupurinol
Mempunyai efek terapi analgesik, antipiretik, anti inflamasi nonsteroid, Ditemukan pada jamu asam urat, flu tulang. Resiko dan efek samping adalah menyebabkan ruam kulit, agranulositosis dan anemi aplastik pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
6.    CTM
Mempunyai efek terapi alergi, ditemukan pada jamu gatal-gatal. Resiko dan efek samping adalah menyebabkan mengantuk, sukar menelan, gangguan saluran cerna, pusing, lelah, tinnitus, diplopia, stimulasi susunan syaraf pusat terutama pada anak berupa gelisah, sukar tidur, tremor, kejang.
7.    Sidenafil sitrat
Merupakan senyawa kimia yang menimbulkan efek relaksasi otot polos, ditemukan pada obat tradisional yang mencantumkan klaim khasiat sebagai obat kuat dan penambah vitalitas lelaki. Resiko dan efek samping adalah sakit kepala, pusing, dispepsia, mual, nyeri perut, gangguan penglihatan, renitis, nyeri dada, palpitasi, priapisme, dan kematian.
8.    Sibutramin hidroklorida
Merupakan obat yang bekerja dengan cara menghambat ambilan, norepinefrin, serotonin, dan depomin untuk pengobatan obesitas, Ditemukan pada jamu pelangsing. Resiko dan efek samping adalah hipertensi, denyut jantuing cepat, dan sulit tidur.
9.    Metil testosteron
Merupakan hormon lelaki yang ditemukan pada jamu kuat pria. Resiko dan efek samping adalah sakit kepala, kanker prostat, depresi, mual, cemas, dan perubahan libido.


10.    Teofilin
Merupakan obat  anti asma  dan bronkodilator, ditemukan pada jamu sesak nafas. Resiko dan efek samping adalah takikardi, talpitasi, mual, gangguan saluran cerna, sakit kepala, insomnia, dan aritmia.
11.    Kafein
Merupakan pemacu susunan syaraf pusat, ditemukan pada jamu sehat segar, pegel linu, gemuk sehat dan kuat lelaki. Resiko dan efek samping adalah diuresis, memacu otot jantung, kurang tidur, cadangan energi terkuras sehingga terjadi kelelahan absolut.
12.    Piroksikam dan Natrium Diklofenak
Merupakan zat anti inflamasi nonsteroid, anti pirai, ditemukan pada jamu asam urat, flu tulang, pegal linu, sakit gigi, nyeri, gemuk sehat, dan jamu sehat khusus pria. Resiko dan efek samping adalah mual, diare, dispepsia, sakit kepala, pusing, vertigo, dan gangguan pendengaran. 
Berkenaan dengan hasil temuan tersebut, Badan POM RI telah memberikan peringatan keras kepada produsen dan sarana distribusi untuk menarik dan memusnahkan obat tradisional yang dicampur dengan Bahan Kimia Obat (BKO). Kebanyakan obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat dibuat oleh industri kecil obat tradisional yang belum mempunyai izin, produk obat tradisional belum mempunyai nomor registrasi, atau mencantumkan registrasi fiktif. Beberapa di antaranya telah mempunyai nomor registrasi, dan telah dilakukan pembatalan nomor registrasi. Badan POM  RI telah memuat public warning dan telah menyebarkan informasi ini kepada masyarakat untuk tidak membeli dan mengonsumsi obat tradisional yang dicampur bahan kimia obat.

D.    Metode Analisis
1.    Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Adalah metode pemisahan fisika kimia dimana lapisan yang memisahkan terdiri dari butiran halus (fase diam) yang dilapiskan merata pada lempeng/penyangga yang cocok. KLT termasuk kromatografi absorbsi, tetapi sebenarnya merupakan kombinasi absorbsi dan partisi. 
Keuntungan metode ini adalah waktu yang dibutuhkan singkat, bahan kimia yang digunakan sedikit, dan peralatan yang dibutuhkan sederhana. Sedangkan kelemahannya adalah harga Rf yang tidak tetap, sehingga dalam analisa harus menggunakan bahan baku pembanding.
Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi diantara dua fase, satu di antaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase gerak membawa zat terlarut lainnya, yang terelusi lebih awal atau lebih akhir.
Dalam Kromatografi Lapis Tipis diperoleh harga Rf (Retardation Factor) dan dihitung dengan cara:

Rf = Jarak titik tengah noda dari titik awal
        Jarak tepi muka pelarut dari titik awal

Identifikasi harga Rf mutlak sukar ditetapkan, karena harga Rf yang diperoleh tergantung dari kondisi percobaan. Harga Rf tersebut sangat berguna untuk identifikasi pendahuluan zat kimia. Identifikasi pemastian dilakukan dengan menggunakan zat pembanding kimia.

2.    Spektr    ofotometri Ultraviolet-visible (UV-VIS)
Spektrofotometri adalah suatu metode analisis kimia yang didasarkan pada pengukuran seberapa banyak energi radiasi diabsorpsi oleh suatu zat sebagai fungsi panjang gelombang. Pada awalnya metode spektrofotometri terbatas pada penggunaan radiasi cahaya tampak (daerah spektrum 400-800 nm) sehingga diberi istilah metode optik. Namun selanjutnya dikembangkan pada daerah radiasi ultraviolet (sekitar 200-400 nm) dan inframerah (800-500000 nm)
3.    KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
KCKT adalah singkatan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau biasa disebut HPLC (High Perfomance Liquid Chromatography). Keuntungan dari KCKT adalah kecepatan, ketelitian, dan kemampuan memisahkan campuran kompleks yang baik.
Prinsip kerja KCKT yaitu pemisahan komponen-komponen sampel dengan cara melewatkan sampel pada kolom yang selanjutnya dilakukan pengukuran kadar masing-masing komponen tersebut dengan suatu detektor. Kerja detektor bermacam-macam, tetapi pada dasarnya membandingkan respon dari komponen sampel dengan respon dari larutan standar.
4.    Spektrofotodesitometri
Prinsip pengukuran kadar suatu senyawa dengan sistem spektrofotodensitometri adalah dengan mengukur absorban maupun fluorosensi dari analit yang menyerap sinar UV.
 Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang merupakan noda pada plat. Radiasi elektromagnetik yang datang pada plat diabsorpsi oleh analit, ditransmisi atau diteruskan jika plat yang digunakan transparan. Radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau indikator plat dapat diemisikan berupa flouresensi dan fosforesensi (Sherma and Fried 1994).
Sumber radiasi pada spektrofotodensitometri ada tiga macam tergantung pada rentang panjang gelombang dan prinsip penentuan. Lampu deuterium dipakai untuk  pengukuran pada daerah ultraviolet (190-400 nm) dan lampu tungsten digunakan untuk  pengukuran pada daerah sinar tampak (400-800 nm) sedangkan untuk penentuan secara flouresensi digunakan lampu busur merkuri bertekanan tinggi (Deinstrop, 2007).
     Penggunaan cara spektrofotodensitometri untuk analisis kuantitatif noda-noda yang dihasilkan dalam kromatografi memberikan beberapa keuntungan dibandingkan dengan metode sebelumnya, antara lain  tidak perlu mengerok noda dari pelat dan mengekstraksi kembali senyawa yang diperiksa, dan dapat mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi pada waktu pengerokan noda dan ekstrasi kembali. Analisis lebih praktis dan lebih reproduksible.
5.    Titrimetri
Titrimetri atau analisa volumetri adalah analisis kuantiatatif dengan mereaksikan suatu zat  yang dianalisa dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif.
Larutan baku standar adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (Normalitas) atau  M (Molaritas).








BAB III
METODE PKL

A.     Lokasi PKL
Praktek kerja lapangan berlokasi di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Yogyakarta yang bertempat di jalan Tompeyan 1 Tegalrejo Yogyakarta pada tanggal 13 s/d 23 Febuari 2012.

B.    Objek PKL
Objek PKL adalah
1.    Uji keseragaman bobot dalam obat tradisional dalam sediaan pil, tablet, dan kapsul
2.    Uji waktu hancur dalam obat tradisional dalam sediaan padat.
3.    Identifikasi bahan kimia obat parasetamol secara KLT dilanjutkan dengan spektrofotometri UV-Vis dan KCKT.
4.    Identifikasi Pengawet secara KLT dan dilanjukan dengan spektrofotodensitometri.
5.    Penetapan kadar vitamin C secara titrimetri.
6.    Penetapan kadar Kalsium secara titrimetri.
7.    Penetapan kadar Vit B Komplek secara KCKT

C.     Instrumen yang dipakai
    Alat uji waktu hancur/desintregation tester
Merk alat        : Hanson Research
Type /seri        : QC-21
    Alat timbang
Merk alat        : Denver
Type/seri        : AA-250
    Spektrofotometri UV-Vis
Merk alat         : Shimadzu
Type/seri         : UV-1700
Scaning         : Cepat
Jenis spektrum    : Normal
Kuvet         : Kuarsa
    Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Merk alat        : Hitachi
Tipe seri         : L 6000
Kolom merek     : C 18 10 µm (4,6 mm ID x 25 cm)
    Spektrofoto Densitometer
Merek         : CAMAG
Tipe/seri        : TLC Visualizer
                    TLC Scanner 3

D.    Prosedur Kerja
1.    Uji waktu hancur Pil,Tablet dan Kapsul
a.    Ruang Lingkup :
Metode ini digunakan untuk penentuan batas waktu hancur.
b.    Prinsip :
    Pengujian waktu hancur dengan alat Disintegration Tester
c.    Media : Air
d.    Peralatan :
Alat waktu hancur dilengkapi 6 tabung dan 6 cakram
e.    Prosedur
1.    Masukkan satu pil/tablet/kapsul pada masing-masing tabung
2.    Masukkan cakram pada tiap-tiap tabung dan jalankan alat
3.    Gunakan air bersuhu 37o ± 2o sebagai media
4.    Pada akhir batas waktu angkat keranjang dan amati semua  tablet/pil/kapsul.
Syarat:Semua pil/tablet/kapsul harus hancur semua bila satu pil/tablet/kapsul atau dua tidak hancur sempurna diteruskan pengujian dengan 12 pil/tablet/kapsul lainnya tidak kurang 16 dan 18 yang diuji harus hancur sempurna.
f.    Persyaratan
Pil             ≤     60 menit
Tablet tidak bersalut     ≤     20 menit
Tablet bersalut         ≤     60 menit
Kapsul             ≤     15 menit

2.    Uji keseragaman bobot kapsul
a.    Ruang lingkup :
Metode ini digunakan untuk penentuan keseragaman  bobot kapsul dalam  obat tradisional
b.    Prinsip :
Pemeriksaan  penyimpangan bobot  terbesar  dan terkecil
c.    Peralatan :
Timbangan
d.    Prosedur Keseragaman bobot kapsul berisi ekstrak kering jamu
1)    Timbang 1 kapsul
2)    Keluarkan isi  kapsul
3)    Timbang bagian cangkang
4)    Hitung  bobot  isi kapsul
5)    Ulangi  penetapan  terhadap 19 kapsul dan hitung  bobot  rata-rata  isi 20 kapsul.
e.    Syarat:
    Tidak lebih dari 2 kapsul  yang  masing-masing  bobot isinya menyimpang dari  bobot  isi  rata-rata  lebih  besar dari  harga yang  ditetapkan dalam kolom A dan tidak 1 kapsul pun yang bobotnya menyimpang dari bobot isi rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B yang tertera pada daftar berikut.
Bobot rata-rata isi kapsul    Penyimpangan terhadap bobot rata-rata
    A    B
120 mg atau kurang    ± 10 %    ± 20 %
< 120 mg    ± 7,5 %    ± 15 %
 
3.    Keseragaman bobot kapsul berisi  obat cair/pasta
1)    Timbang 1 kapsul
2)    Keluarkan isi kapsul
3)    Cuci cangkang kapsul dengan eter
4)    Buang cairan eter, biarkan hingga tidak berbau eter
5)    Timbang seluruh bagian cangkang kapsul, hitung bobot isi kapsul
6)    Ulangi penetapan pada 9 kapsul
7)    Hitung bobot isi rata-rata 10 kapsul
Perbedaan dalam persen bobot ini tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul tidak lebih dari 7,5%

4.    Keseragaman bobot pil dan tablet jamu tradisional
a.    Ruang lingkup :
Metode ini digunakan untuk penentuan keseragaman bobot pil dan tablet jamu tradisional.
b.    Prinsip :
Pemeriksaan penyimpangan bobot terbasar dan bobot terkecil.
c.    Peralatan :
Timbangan
d.    Prosedur
Keseragaman bobot pil
1)    Timbang pil satu per satu
2)    Timbang 20 pil sekaligus
3)    Hitung bobot rata-rata

e.    Syarat
Dari 20 pil tidak lebih dari 2 pil yang masing-masing bobotnya menyimpang dan bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak 1 pil pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B, yang tertera pada daftar berikut :

Bobot rata-rata pil    Penyimpangan terhadap bobot rata-rata
    A    B
100 mg – 250 mg    10 %    20 %
251 mg – 500 mg    7,5 %    15 %

5.    Keseragaman bobot tablet
1)    Timbang tablet satu per satu
2)    Timbang 20 tablet sekaligus
3)    Hitung bobot rata-rata
Syarat :
Dari 20 tablet tidak lebih dari dua tablet yang masing –masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu tabletpun yang menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B yang tertera pada kolom berikut:




Bobot rata-rata    Penyimpanan terhadap bobot rata-rata
    A    B
25 mg atau kurang    15%    30%
25 mg-150 mg    10%    20%
151 mg-300 mg    7,5%    15%
Lebih dari 300 mg    5%    10%


6.    Identifikasi Parasetamol dalam sediaan OT
a.    Ruang Lingkup
Metode ini digunakan untuk identifikasi parasetamol dalam obat tradisional dalam sediaan padat.
b.    Prinsip
Analisa kualitatif parasetamol secara kromatografi lapis tipis, spektrofotometri setelah diekstraksi dari cuplikan.
c.    Peralatan

1)    Corong pisah
2)    Corong kaca
3)    Chamber KLT
4)    Shaker
5)    Alat timbang
6)    Cawan penguap
7)    Kompor listrik
8)    Sentrifus
9)    Hair dryer
10)    Pipet tetes
11)    Gelas ukur
12)    Tabung reaksi
13)    Elermeyer
14)    Rak tabung
15)    Alat spektrofotometri UV-Vis
16)    Kromatografi cair kinerja tinggi
17)    Pipa kapiler


d. Bahan

1)    Sampel
2)    Baku Parasetamol
3)    Etanol 96%
4)    Eluen (etil asetat:methanol:ammonia) (85:10:5)
5)    Kloroform
6)    Eter
7)    Aquades
8)    NaOH 0,1 N
9)    HCl 2 N
10)    Lempeng KLT silika gel
11)    Kertas saring



e.  Prosedur
1)    Larutan Uji
a)    Timbang ± 5 gram sampel dengan seksama
b)    Masukkan Erlenmeyer tambah aquadest 100 ml
c)    Basakan dengan NaOH 0,1 N ad pH 9
d)    Kocok sampai homogen           saring    
e)    Asamkan dengan HCl 2 N sampai  pH  3-4
f)    Ekstraksi 3x dengan kloroform/eter @ 50 ml
g)    Fase kloroform/eter disentrifus
h)    Uapkan fase kloroform/eter
i)    Residu + 5 ml etanol
2)    Larutan Baku
a)    Timbang seksama baku pembanding parasetamol sejumlah ± 10 mg
b)    Masukkan ke dalam labu ukur 10 ml, ditambah 5 ml etanol, sonikasi
c)    Tambahkan etanol sampai tanda
a.    Cara KLT
(1)    Ambil filtrate
(2)    Uapkan filtrat sampai kering
(3)    Larutkan filtrat dengan  etanol
(4)    Totolkan pada plat KLT
(5)    Eluasi dengan etil asetat : methanol : ammonia 85:10:15
(6)    Angkat,keringkan, amati di sinar UV 254 nm
(7)    Amati noda yang terjadi
b.    Cara Spektrofotometri
(1)    Kerok noda pada plat KLT
(2)    Larutkan dengan etanol 5 ml, kocok, saring
(3)    Serapan diukur pada panjang gelombang 200 nm sampai 350 nm parasetamol akan memberikan serapan pada panjang gelombang 247,5 nm.
7.    Identifikasi Pengawet pada sediaan OT
a.    Ruang lingkup :
Metode ini digunakan untuk identifikasi metil paraben, propil paraben, asam sorbat dan asam benzoat dalam obat tradisional sediaan serbuk
b.    Prinsip :
Analisa kualitatif metil paraben, propil paraben, asam sorbat dan asam benzoat secara kromatografi lapis tipis dan spektrofotometri densitometri setelah diekstraksi dari cuplikan.
c.    Pereaksi :

1)    Etanol
2)    NaOH 1 N
3)    Metanol
4)    HCl 1 N
5)    Eter
6)    Asam asetat glasial
7)    Etanol
8)    Toluene

d.    Peralatan :
    Spektrofotometer UV
    Lampu UV 254 nm
e.    Prosedur
1)    Pembuatan larutan baku
a)    Timbang seksama baku pembanding metil paraben, propil paraben,asam benzoat, dan asam sorbat sejumlah ± 10 mg.
b)    Masukkan ke dalam labu ukur 10 ml, ditambah 5 ml metanol,sonikasi
c)    Tambahkan methanol sampai tanda (larutan A)
2)    Pembuatan larutan uji
a)    Timbang seksama cuplikan sejumlah gram (1 dosis)
b)    Masukkan Erlenmeyer 125 ml tambahkan 50 ml air.
c)    Basakan dengan NaOH 1 N hingga pH 10
d)    Kocok 30 menit, saring dalam corong pisah
e)    Asamkan filtrat dengan HCl 1 N hingga pH 3
f)    Ekstrasi 3x masing-masing dengan 20 ml eter
g)    Kumpulkan ekstrak eter, uapkan sampai kering
h)    Larutkan residu dalam labu terukur 10 ml dengan metanol ad tanda (B)
3)    Pembuatan Larutan Uji + baku ada dua cara
a)    Dengan cara yang sama diekstraksi cuplikan yang telah ditambah 2 ml larutan baku n propil paraben 0,15% b/v dalam metanol (C)
b)    Dengan cara yang sam lakukan ekstraksi satu dosis jamu dan hasil ekstraksinya ditambah dengan ± 10 µl laruatn baku nipasol 0,15% b/v dalam, metanol (C)
4)    Identifikasi
a)    Kromatografi Lapis Tipis
Totolkan larutan A,B, dan C secara terpisah dan lakukan KLT sebagai berikut:
-    Fase diam         : silica gel 60 F 254
-    Fase gerak         : toluen : asam asetat glasial (80:20)
-    Penjenuhan         : dengan kertas saring
-    Volume penotolan     : larutan A,B, dan C masing-masing
50 µl
-    Jarak tambat     : 15 cm
-    Penampak bercak     : cahaya ultraviolet 254 nm terjadi peredaman fluorosensi
b)    Spektrofotodensitometri
-     Fase diam         : silica gel 60 F 254
-    Fase gerak         : toluen : asam asetat glasial (80:20)
-    Penjenuhan         : dengan kertas saring
-    Volume penotolan     : larutan A,B, dan C masing-masing
50 µl
-    Jarak tambat         : 15 cm
-    Merk alat         : CAMAG
-    Recorder printer     : HP
-    Type seri         : TLC Visulaizer
            : TLC Scanner
-    Detektor         : UV
Ukur diserapan     : 200 – 300 nm
Metil paraben     : 232 nm
Propel paraben     : 260 nm
Asam sorbat     : 265 nm
Asam benzoat     : 259 nm




8.    Penetapan Kadar Vitamin C dalam Produk Komplimen
 a. Ruang Lingkup :
Metode ini digunakan untuk penetapan kadar Vitamin C dalam produk komplimen
b. Prinsip
     Reaksi reduksi-oksidasi
c.    Pereaksi :

1)    Baku AS2O3
2)    NaOH 1 N
3)    Na2S2O3 0,1 N
4)    HCl 2 N
5)    Iodium
6)    METIL JINGGA
7)    Kanji LP
8)    Toluene

d.    Peralatan

1)    Beaker glass
2)    Buret 25 ml
3)    Pipet volum
4)    Pipet tetes
5)    Erlenmeyer
6)    Gelas ukur
7)    Stear magnet
8)    Bola hisap statif  + klem
d)   


e. Prosedur
1)    Standarisasi I2 dengan baku As2O3
a)    Timbang ±75 mg As2O3
b)    Tambah 10 ml NaOH 1N
c)    Tambah 40 ml aquades kocok sampai larut
d)    Tambah 2 tetes jingga metil
e)    Tambah HCl 2 N sampai kuning muda
f)    Tambah 1 gram natrium bikarbonat
g)    Tambah 3 ml kanji LP sampai warna biru konstan
h)    Titrasi dengan I2 sampai warna biru hilang
i)    Catat volume titran.
2)    Penetapan kadar vitamin C
a)    Timbang 20 tablet  ~ 80 mg
b)    Tambah 50 ml air
c)    Tambah 100 ml H2SO4 0,1 N
d)    Tambah 15 ml I2 kocok sampai larut
e)    Tambah beberapa tetes amylum sampai biru konstan.
f)    Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai warna biru hilang.
3)    Penetapan blangko
a.    Ukur ± 50 ml aquades
b.    Tambah 100 ml H2SO4 0,1 N
c.    Tambah 15 ml I2 kocok sampai larut.
d.    Tambah beberapa tetes amylum
e.    Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N
Kesetaraan 1 ml 0,1 N I2 ~ 8 ,806 mg C6H8O6 vit C
Persyaratan : tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 150,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

9.    Penetapan Kadar Kalsium (Ca) dalam Produk Komplimen
 a. Ruang Lingkup :
Metode ini digunakan untuk penetapan kadar Kalsium (Ca) dalam produk komplimen
b. Prinsip
Bila EDTA ditambahkan kedalam suatu larutan dari kation logam tertentu, maka akan membentuk kompleks kelat yang mudah larut. Bila indikator biru hidroksi naftol ditambahkan pada larutan menjadi merah anggur. Apabila EDTA ditambahkan pada larutan kalsium yang berwarna merah anggur  akan dikompleksikan menjadi biru. Yang harus diperhatikan dalam titrasi kompleksometri adalah pH larutan, titrasi kompleksometri stabil dalam suasana basa.
c.    Pereaksi :

1)    Baku CaCO3
2)    NaOH 1 N
3)     HCl 3 N
4)     NaEDTA 0,05 M
5)    Aquades
6)    Biru Hidroksi Naftol

9)    Tolu

d.    Peralatan

1)    Beaker glass
2)    Buret 25 ml
3)    Pipet volum
4)    Pipet tetes
5)    Erlenmeyer
6)    Gelas ukur
7)    Stear magnet
8)    Bola hisap statif  + klem


e. Prosedur
1) Standarisasi baku NaEDTA dengan CaCO3
a) Timbang  50 mg CaCO3 dalam Erlenmeyer
b) Tambah 10 ml air goyang sampai menjadi bubur.
c) Tambah 2 ml HCl encer 2 N dengan pipet,goyang.
d) Tambah 100  ml aquades, kocok sampai larut
e) Tambah 7,5 ml EDTA 0,05 melalui buret
f) Tambah NaOH 1 N  15 ml
g) Tambah biru hidroksi naftol secukupnya, titrasi dengan NaEDTA sampai biru konstan
     
2)  Penetapan Kadar Sampel
a)    Timbang 20 tablet ~ 200 mg
b)    Tambah 10 ml aquades, kocok sampai larut
c)    Tambah 3 ml HCl 3 N
d)    Tambah 100 ml aquades, kocok sampai larut
e)    Tambah  15 ml NaOH 1N dan 3 mg biru hidroksi naftol
f)    Titrasi dengan NaEDTA 0,05 M sampai warna biru konstan
g)    Catat  volume  titran

Kesetaraan 1 ml 0,05 M NaEDTA ~  2,004 mg Ca
Persyaratan : Tidak kurang 90,0% dan tidak lebih dari 125% dari jumlah yang tertera pada etiket.

10.    Penetapan Kadar Vitamain B Komplek dalam Sediaan Komplimen dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
a.    Ruang Lingkup
Metode ini digunakan untuk penetapan kadar vitamin B komplek dalam sediaan komplimen
b.    Prinsip
        Prinsip kerja KCKT yaitu pemisahan komponen-komponen sampel dengan cara melewatkan sampel pada kolom yang selanjutnya dilakukan pengukuran kadar masing-masing komponen tersebut dengan suatu detektor.
c.    Pereaksi
1)    Baku Nikotinamid
2)    Baku Pyridoksin HCl
3)    Baku Riboflavin
4)    Asetonitril
5)    Asam asetat glacial
6)    Aquades
7)    Methanol
8)    Na hexanesulfonate

b.    Alat

1)    Beaker glass
2)    Labu takar
3)    Gelas ukur
4)    Pipa   filter
5)    Seperangkat KCKT
6)    Pipet volum
7)    Pipet tetes
8)     Bola hisap
9)    Alat ultrasonic
10)     Corong kaca

c.    Prosedur
1)    Pelarut
Buat campuran  asetonitril : asam asetat glasial : aquades (5:1:94)  tambah 140 mg  Na hexanesulfonat, saring

2)    Larutan baku
a)    Timbang baku  Nikotinamid, Piridosin HCl, Ribovlavin , Thiamin HCl ~40 ppm
b)    Larutkan dalam labu  takar 25 ml
c)    Pipet 2 ml masukkan  labu takar 10 ml, saring
3)    Fase gerak
Buat campuran  metanol : asam asetat glasial : air (27 : 1: 73)  
4)    Larutan  uji
a)    Timbang  10  tablet dan serbukan
b)    Timbang tablet setara 2 mg vitamin B komplek.
c)    Larukan dalam 50 ml labu takar sampai setengah bagian kocok sampai larut.
d)    Ultasonik ± 15 menit, dinginkan.
e)    Tambahkan pelarut sampai tanda, kocok saring
5)    Cara penetapan kadar
Suntikkan masing-masing larutan baku dan larutan uji dan lakukan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan kondisi sebagai berikut:
Kolom         : ± 4,6 mm x 25 cm,  1,7 (C8)
Laju aliran     : 1,0 ml/menit
Detektor     : UV pada panjang gelombang 280 nm
Volume injek    : 20 µl

Perhitungan:
Kadar = Area sampel x kadar baku x FP sampel x BRT
   Area baku                    FP baku      bobot
6)    Persyaratan
Kadar vitamin B komplek tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 150% dari jumlah yang tertera pada etiket.
















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    HASIL
1.    Uji Waktu Hancur
Tabel 1. Uji waktu hancur

No   
Sampel     Jenis sediaan    
Media    
Suhu    
Suhu tangas   
Waktu    
Syarat    
Keterangan
1.    46/T/P/12    Pil    Air    37oC    37oC    42 menit 18 detik
    ≥60 menit    Memenuhi syarat
2    47/T/P/12    Pil    Air    37oC    37oC    42 menit 18 detik    ≥ lebih 60 menit    Memenuhi syarat
3    26/C/12/12    Pil    Air    37oC    37    4 menit    ≥60 menit    Memenuhi syarat Memenuhi syarat
4    80/T/P/12    Kapsul    Air    37    37    4 menit    ≥15 menit    Memenuhi syarat
5    73/T/P/12    Kaplet    Air    37    37    25 menit    ≥20 menit    Tidak memenuhi syarat
6    78/T/P/12    Kaplet    Air    37    37    11 menit     ≥20 menit    Memenuhi syarat


2.    Uji Keseragaman Bobot
Tabel 2. Keseragaman bobot pil (46/T/P/12)
No.    Netto (gram)    No.    Netto (gram)
1.    0,2095    11.    0,2020
2.    0,2278    12.    0,2108
3.    0,2121    13.    0,2256
4.    0,2050    14.    0,2127
5.    0,2458    15.    0,2151
6.    0,1985    16.    0,2152
7.    0,2187    17.    0,2164
8.    0,2094    18.    0,2108
9.    0,1950    19.    0,2156
10.    0,2124    20.    0,2234

a.    Bobot 20 pil
Bobot 20 pil + wadah     = 4,5273 gram
Wadah             = 0,2920 gram -
Bobot 20 pil        = 4,2353 gram
b.    Bobot/ isi rata-rata     = 0,2117 gram
c.    Perhitungan
Penyimpangan bobot terbesar
Bobot terbesar – bobot rata-rata x 100%
            Bobot rata-rata

I.    0,2458 – 0,2117 x 100% = 16,10%
            0,2117

II.    0,2278 – 0,2117 x 100% = 7,602%
            0,2117

Penyimpangan bobot terkecil
Bobot terkecil – bobot rata-rata x 100%
            Bobot rata-rata

I.    0,1950 – 0,2117 x 100% = 7,88%
       0,2117

II.     0,2020 – 0,2117 x 100% = 4,58%
                0,2117

Table 3. keseragaman Bobot Kapsul Cair
No     Bobot isi (gram)    Cangkang  (gram)    Netto  (gram)    No     Bobot/isi (gram)    Cangkang (gram)    Netto (gram)
1    0,6005    0,1026    0,4979    11    0,5735    0,1007    0,4728
2    0,5457    0,1077    0,4880    12    0,5707    0,1130    0,4577
3    0,5735    0,1001    0,4734    13    0,6217    0,0961    0,5256
4    0,5282    0,1049    0,4233    14    0,5654    0,1080    0,4574
5    0,6190    0,1079    0,5111    15    0,5766    0,0995    0,4771
6    0,6067    0,1008    0,5059    16    0,5973    0,1025    0,4948
7    0,6028    0,1056    0,4972    17    0,6174    0,1029    0,5145
8    0,5973    0,1042    0,4931    18    0,5808    0,1057    0,4751
9    0,6105    0,9940    0,5111    19    0,6573    0,1038    0,4535
10    0,5677    0,1051    0,4626    20    0,5971    0,1053    0,4918

a.    Bobot 20 kapsul
Bobot 20 kapsul + wadah      = 12,1498 gram
Bobot wadah          =   0,2898 gram -
Bobot 20 kapsul              11,8600 gram

b.    Bobot isi/rata-rata    = 0,5930
c.    Perhitungan :
1)    Penyimpangan bobot terbesar
Bobot terbesar – bobot rata-rata x 100%
         Bobot rata–rata
I.    0,5256 – 0,5930 x 100% = 11,36%
0,5930

II.    0,5145 – 0,5930 x 100% = 13,23%
0,5930

2)    Penyimpangan Bobot terkecil
Bobot terkecil – bobot rata-rata x100%
          Bobot rata-rata

I.    0,4233 -  0,5930 x 100% = 28,62%
         0,5930

II.    0,4535 – 0,5930 x 100% = 23,52%
         0,5930











Tabel 4. Keseragaman Bobot Tablet
No    Netto (gram)    No    Netto (gram)
1    0,6893    11    0,6904
2    0,6947    12    0,7013
3    0,6963    13    0,6995
4    0,6823    14    0,6902
5    0,6946    15    0,6927
6    0,6880    16    0,6951
7    0,6839    17    0,6897
8    0,6888    18    0,6845
9    0,6937    19    0,6790
10    0,6865    20    0,6966

a.    Bobot 20 pil
20 tablet + wadah        = 14,1469 gram
Wadah                = 0,2895 gram      –
Bobot 20 pil           13,8574 gram

b.    Bobot/isi rata-rata        =  13,8574
                         20
                    = 0,6928 gram
c.    Perhitungan :
1)    Penyimpangan bobot terbesar = bobot terbesar-bobot terkecil x 100%
      bobot rata-rata
= 0,7013-0,6928 x 100%
                               0,6928
= 1,23%


2)    Penyimpangan bobot tekecil  = bobot rata-rata – bobot terkecil x100%
Bobot rata-rata
= 0,6790 – 0,6928 x100%
        0,6790
= 1,99%
















3.    Identifikasi Paracetamol dalam Obat Tradisional sediaan padat
Table 5. Hasil Identifikasi Paracetamol secara Kromatigrafi Lapis Tipis
(eluen = Etil asetat : Metanol : Ammonia (85 : 10 :5 ))


    Nama        
Bobot   
Faktor pengeceran   
Volume penotolan   
Tinggi bercak   
Rf
    Wadah
+ zat    Wadah
+ sisa    Zat               
Baku pembanding
Parasetamol
           

10,3 mg   

10 ml   

25 µl
   

9,3 cm
9,3 cm   

0,62
0,62
Sampel + baku parasetamol (ekstraksi)
    10,4372 g    0,1367g
+15 mg baku    10,1367 g
+ 15 mg baku    5 ml    25 µl
    9,4 cm


    0,63



Sampel + baku parasetamol (totol)   
10,4717 g
   
0,3005 g   
10,1712 g
   
5 ml
   
25 µl
   
9,3 cm   
0,62
Zat uji
A
B   
10,4717 g
10,4717 g
   
0,3005 g 0,3005  g

   
10,1712 g
10,1712 g
   
5 ml
5 ml   
25 µl
25 µl   
9,3 cm
9,4 cm   
0,62
0,63



Table 6. Identifikasi Parasetamol secara Spektrofotometri
(Eluen : Etil     asetat : Metanol : Ammonia (85 : 10 : 5))

Nama    Bobot    Faktor Pengenceran    Serapan maksimum   
Serapan
    Wadah
+ zat    Wadah
+ sisa    Zat uji           
Baku pembanding
Parasetamol           
Kerokan KLT   
5 ml   
249,00 nm   
0,290

Sampel + baku            Kerokan KLT    5 ml    248,40 nm    0,352
Zat uji            Kerokan KLT    5 ml    219,80 nm    0,502












4.    Uji Identifikasi Pengawet dalam Sediaan Serbuk Obat Tradisional
Tabel 7. Identifikasi Metil Paraben dan Propil Paraben secara KLT
(eluen = Toluen : Asam asetat glasial (80 : 20))


Nama   
Bobot    Faktor Pengenceran    volume penotolan    Tinggi bercak    Rf
    Wadah + zat    Wadah + sisa    Zat uji               
Baku Pembanding
-Metil paraben
-Propil paraben   
-
-   
-
-   
5,3380 mg
5,2850 mg   
5 ml
5 ml   
25 µl
25 µl   
4,80 cm
5,90 cm   
0,32
0,39
Zat uji + baku
-Metil paraben
-Propil Peraben
     8,8154 g


    0,2511 g    8,5643 g
+ 100µl   
5 ml
5 ml   
25 µl
25 µl   
5,20 cm
4,90 cm   
0,35
0,33
Zat uji
- A
-B   
8,8154 g
8,8154 g

   
0,2511 g
0,2511 g
   
8,5643 g
8,5643 g   
5 ml
5 ml   
50 µl
50 µl
    
-
-   
-
-







Tabel 8. Identifikasi Asam Sorbat Secara KLT
(eluen = Toluen : Asam asetat glasial (80 : 20))


Nama   
Bobot    Faktor Pengenceran    volume penotolan    Tinggi bercak    Rf
    Wadah + zat    Wadah + sisa    Zat uji               
Baku Pembanding
Asam Sorbat
   
-

   
-
   
5,3 mg
   
5 ml
   
25 µl
   
8,1 cm
   
0,54


Zat Uji + asam sorbat


   
8,8154 g






   
0,2511 g





   
8,5643 g + 100µl   
5 ml
   
25 µl
   
8,1 cm

   
0,54

Zat uji
- A
-B   
0,2511 g
0,2511 g
   
8,5643 g
8,5643 g   
5 ml
5 ml   
50 µl
50 µl
    
-
-   
-
-   





Tabel 9. Identifikasi Asam Benzoat secara KLT
(eluen = Toluen : Asam asetat glasial (80 : 20))


Nama   
Bobot    Faktor Pengenceran    volume penotolan    Tinggi bercak    Rf
    Wadah + zat    Wadah + sisa    Zat uji               
Baku Pembanding
Asam Benzoat

Zat Uji + Asam Benzoat
   
-


8,8154 g






   
-

0,2511 g

   
10,42 mg

8,5643 g + 100µl   
5 ml

5 ml
   
25 µl

25 µl
   
8,1 cm

8,2 cm

   
0,54

0,55

Zat uji
- A
-B   
8,8154 g
8,8154 g

   
0,2511 g
0,2511 g
   
8,5643 g
8,5643 g   
5 ml
5 ml   
50 µl
50 µl
    
-
-   
-
-






Tabel 10. Identifikasi metil paraben secara Spektrofotodensitometri
(eluen = Toluen : Asam asetat glasial (80 : 20))


Nama   
Bobot    Faktor Pengencer-an    volume penotolan    Respon puncak    Tinggi bercak    Rf
    Wadah + zat    Wadah + sisa    Zat uji                   
Baku Pembanding
Metil Paraben   


-
   


-   


5,338 mg   


5 ml   


25 µl   


38579,7   


4,90 cm   


0,33

Zat Uji +
Metil paraben   
8,8154 g






   
0,2511 g

   
8,5643 g + 100µl   
5 ml
   
25 µl
   
35059,5

   
4,80 cm   
0,38

Zat uji
- A
-B   
8,8154 g
8,8154 g

   
0,2511 g
0,2511 g
   
8,5643 g
8,5643 g   
5 ml
5 ml   
50 µl
50 µl
    
-
-   
-
-   
-
-





Tabel 11. Identifikasi Propil Paraben secara Spektrofotodensitometri
(eluen = Toluen : Asam asetat glasial (80 : 20))


Nama   
Bobot    Faktor Pengencer-an    volume penotolan    Respon puncak    Tinggi bercak    Rf
    Wadah + zat    Wadah + sisa    Zat uji                   
Baku Pembanding
Propil paraben  Paraben   


-
   


-   


5,285 mg   


5 ml   


25 µl   


26727,3   


5,80 cm   


0,39

Zat Uji + Propil paraben
   
8,8154 g






   
0,2511 g

   
8,5643 g + 100µl   
5 ml
   
25 µl
   
25459,9

   
5,70 cm   
0,38

Zat uji
- A
-B   
8,8154 g
8,8154 g

   
0,2511 g
0,2511 g
   
8,5643 g
8,5643 g   
5 ml
5 ml   
50 µl
50 µl
    
-
-   
-
-   
-
-





Tabel 12. Identifikasi Asam Sorbat  secara Spektrofotodensitometri
(eluen = Toluen : Asam asaetat glasial (80 : 20))


Nama   
Bobot    Faktor Pengencer-an    volume penotolan    Respon puncak    Tinggi bercak    Rf
    Wadah + zat    Wadah + sisa    Zat uji                   
Baku Pembanding
Asam  Sorbat    


-
   


-   


5,30 mg   


5 ml   


25 µl   


93067,7   


8,20 cm   


0,55

Zat Uji + Asam Sorbat
   
8,8154 g






   
0,2511 g

   
8,5643 g + 100µl   
5 ml
   
25 µl
   
79891,3

   
8,2 cm   
0,55

Zat uji
- A
-B   
8,8154 g
8,8154 g

   
0,2511 g
0,2511 g
   
8,5643 g
8,5643 g   
5 ml
5 ml   
50 µl
50 µl
    
-
-   
-
-   
-
-




Tabel 13. Identifikasi Asam Benzoat secara Spektrofotodensitometri
(eluen = Toluen : Asam asetat glasial (80 : 20))


Nama   
Bobot    Faktor Pengencer-an    volume penotolan    Respon puncak    Tinggi bercak    Rf
    Wadah + zat    Wadah + sisa    Zat uji                   
Baku Pembanding
Asam  Benzoat   


-
   


-   


 10,42 mg   


5 ml   


50 µl   


17793,3   


8,1 cm   


0,54

Zat Uji + Asam Benzoat
   
8,8154 g






   
0,2511 g

   
8,5643 g + 100µl   
5 ml
   
50 µl
   
23804,1

   
8,1 cm   
0,54

Zat uji
- A
-B   
8,8154 g
8,8154 g

   
0,2511 g
0,2511 g
   
8,5643 g
8,5643 g   
5 ml
5 ml   
50 µl
50 µl
    
-
-   
-
-   
-
-



5.    Penetapan Kadar Vitamin C dalam sediaan produk komplimen saecara Iodimetri
Tabel 14. Penetapan Kadar Vitamin C dalam Produk Komplimen (31/C/P/12) secara Iodimetri
Nama    Bobot    Titran (ml)
    Wadah+contoh (mg)    Wadah+sisa (mg)    Contoh (mg)   
Zat uji
I
II
III

Blanko
Iodium 0,1 N
I
II
III   
665,60
679,70
695,40




-
-
-   
227.70
265,50
247,70




-
-
-   
388,60
414,20
447.70




15,0
15,0
15,0   
6.65
5,40
5,50




16,0
16,0
16,0

Perhitungan :
N1 . V1         =      N 2 .V 2
0,12317 .15.0     =     N .16.0
N2          =     0,11547 N
Kadar     =    Titran x   N2    x    ~    x  BRT
                           Nteori               W

 I= (16,0-6,65) x 0,11547 x 8,806 x 4496,7 = 1100,1059 mg
        0,1         388,6
II= (16,0-5,40 )x 0,11547 x 8,806 x 4496,7 = 1170,1245 mg
                               0,1          414,2

III= (16,0 – 5,50) x  0,11547 x  8,806 x 4496,7 = 1072,3451 mg
                                    0,1            447,7

% Kadar =  mg    x 100%
                 Etiket
      =1114,1918  x 100%
      =111,42%









Table 15. penetapan kadar vitamin C dalam produk komplemen (32/C/P/12)
Nama    Bobot    Titran (ml)
    Wadah+contoh    Wadah+sisa    contoh   
Zat Uji
32/C/P/12
I
II
III

Blangko
Iodium 0,1N
I
II
III   

0,4809
0,4284
0,4792



-
-
-   

0,3014
0,3008
0,2878



-
-
-   

0,1795
0,1276
0,1914



15,0 ml
15,0 ml
15,0 ml   

5,65
8,55
5,70



16,0
16,0
16,0


Perhitungan :
        N1 . N1         =     N2 . V2
        0,12317 . 15     =     N1 . 16,0
        N2          =     0,11547 N

Kadar = Titran x   N2    x   ~   x BRT
   Nteori        W
I        = (16,0 – 5,65) x 0,11547 x 8,806 x 1175,9 = 689,3168 mg
      0,1       179,5

II      = (16,0 – 8,55) x 0,11547 x 8,806 x 1175,9 = 698,0842 mg
      0,1      127,6
III     = (16,0 – 5,70) x 0.11547 x 8,806 x 1175,9 = 6432,3311 mg
      0,1       191,4
Rata-rata = 676,9107 mg
% kadar =   mg    x 100%
     Etiket
  = 676,9107 x 100%
         750
  = 90,25%
6.    Penetapan Kadar kalsium (Ca) dalam Produk Komplimen secara Kompleksometri
Tabel 16. Penetapan kadar kalsium dalam produk komplemen (39/C/P/12)
Nama    Bobot    Titran (ml)
    Wadah+contoh    Wadah+sisa    Contoh   
Zat Uji
39/C/P/12
I
II
III   

0,8484
0,8419
0,8444   

0,3118
0,3034
0,3038   

0,5366
0,5380
0,5406   

14,80
14,30
14,40


Perhitungan :
        M = 0,05379 M
Kadar        =  Titran x    M   x   ~   x BRT
      Mteori     W
I        =  14,80 x 0,05379 x 2,004 x 4560,62 = 270,84792 mg
 0,05       536,6
II        =  14,30 x 0,05379 x 2,004 x 4560,62 = 260,40835 mg/tab
  0,05      538,0
III        =  14,40 x 0,05379 x 2,004 x 4560,62 = 261,40835 mg/tab
  0,05      540,6
% Kadar    =  mg    x 100%
            Etiket
        = 264,41744 x 100%
                 250
= 101,06 %





7.    Identifikasi dan Penetapan Kadar Vitamin B Komplek  dalam Sediaan Komplimen secara KCKT
Tabel 17. Identifikasi dan Penetapan kadar vitamin B Komplek dalam Produk Komplimen secara KCKT
Baku Riboflavin (Eluen = metanol : asam asetat glasial : air (5:1:94))
Nama    Bobot    Faktor pengenceran    Respon puncak    Rasio
    Wadah+zat    Wadah+sisa    zat           
Baku pembanding


Zat Uji
A
B    16,118




1061,1
1067,8    10,941




300,6
300,6    5,117




760,50
767,70    25.10/2




50
50    1997583




1737741
1613530   

14,503




14,625
14,562



Perhitungan :
Baku pembanding
5,177 x 98,62% x (100-0,39)% = 5,0856 mg
Kadar = area sampel x kadar baku x FP sampel x BRT
       Area baku               FP baku     bobot
Kadar A    = 1737741  x 5,0856 x  50     x   742,66 = 1,73 mg/tab
          19975883        25.10/2     760,50

Kadar B     = 1613530 x 5,0856 x   50     x 742,66  = 1,59 mg/tab
        19975883             25.10/2     767,70

Tabel 18. Identifikasi dan Penetapan kadar vitamin B Komplek dalam Produk Komplimen secara KCKT
Thiamin HCl  (Eluen = metanol : asam asetat glasial : air (5:1:94))
Nama    Bobot    Faktor pengenceran    Respon puncak    Rasio
    Wadah+zat    Wadah+sisa    zat           
Baku pembanding


Zat Uji
A
B    18,065




1061,1
1067,8    12,709




300,6
300,6    5,356




760,50
767,70    25.10/2




50
50    635357




465105
452515   

11.460




11.222
11.153



Perhitungan:
Baku pembanding
5,356 x 98,9% x (100 – 2,9)% = 5,1434 mg
Kadar A    = 465105 x 5,1434 x    50      x  742,66 = 1,47 mg
            635357        25.2/10   760,50
               
 Kadar B     := 452515    x 5,1434  x  50    x   742,66 = 1,42 mg
             635357         25.2/10    767,70        
Rata–rata kadar     = 1,47 + 1,42 = 1,44 mg/tablet
                2
%kadar         = 1,44 x 100% = 102,86%
                 1,4














Tabel 19. Identifikasi dan Penetapan kadar vitamin B Komplek dalam Produk Komplimen secara KCKT
Piridoksin HCl (Eluen = metanol : asam asetat glasial : air (5:1:94))
Nama    Bobot    Faktor pengenceran    Respon puncak    Rasio
    Wadah+zat    Wadah+sisa    zat           
Baku pembanding


Zat Uji
A
B    21,379




1061,1
1067,8    14,621




300,6
300,6    6,758




760,50
767,70    25.10/2




50
50    1633816




266730
1246214   

7,409




7,427
7,400



Perhitungan:
Baku pembanding
6,758 x 99,22% = 6,70 mg
Kadar A    = 1266730 x 6,7052 x    50      x  742,66 = 2,03mg
            1633816        25.2/10       760,50
Kadar B    =1246214 x 6,7052 x     50    x 742,66 =1,97mg
         1633816                      25.2/       767,70
Rata-rata kadar     = 2.03 + 1,97 = 2,0 mg/tab
                2
Persen kadar         = 2 x 100% = 100%
               2

Tabel 19. Identifikasi dan Penetapan kadar vitamin B Komplek dalam Produk Komplimen secara KCKT
Nikotinamid  (Eluen = metanol : asam asetat glasial : air (5:1:94))
Nama    Bobot    Faktor pengenceran    Respon puncak    Rasio
    Wadah+zat    Wadah+sisa    zat           
Baku pembanding


Zat Uji
A
B    22,34




1061,1
1067,8    13,889




300,6
300,6    8,458




760,50
767,70    10.10/2




50
50    557465




643633
6311054   

6.132




5.955
5.913



Perhitungan:
Baku pembanding
8,458 x 100,65% x (100-0,18)% = 8,4976mg
Kadar A    = 643633 x 8,4976 x    50      x  742,66 =  9,58mg
           557465        10.2/10       760,50

Kadar B    = 631054  x 8,4976 x     50    x  742,66 = 9,30mg
          557465                      10.10/2    767,70
Rata-rata kadar     = 9,58 + 9,30 =  9,44 mg/tab
                2
Persen kadar         = 9,44 x 100% = 104,89%
                  9   

B.    Pembahasan
Pesyaratan uji waktu hancur pil tidak lebih 60 menit, uji waktu hancur kaplet tidak lebih 20 menit, uji waktu hancur kapsul tidak lebih dari 15 menit.
Pada uji waktu hancur di atas, Pil 46/T/P/12 waktu hancur 42,18 menit pil 47/T/P 12, kaplet 73/T/P/12, kaplet 78/T/P/12, kapsul 80/T//12 memenuhi syarat uji waktu hancur yang ditentukan.
Persyaratan uji keseragaman bobot pil tidak lebih dari 2 pil yang masing-masing bobotnya  menyimpang dari bobot  rata-ratanya  lebih besar dari 10% dan tidak ada satupun pil yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata lebih besar dari 20%.
Persyaratan uji keseragaman bobot tablet  tidak lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya lebih besar dari 5% dan tidak ada satupun tablet yang bobot rata-ratanya lebih besar dari 10%.
Persyaratan uji keseragaman bobot kapsul cair tidak lebih 1  kapsul yang bobot isinya menyimpang  dari 7,5 dan tidak ada satu kapsulpun yang menyimpang  lebih dari 15%.
Dari data dia atas pil 46/T/P/12,tablet 78/T/P/12 memenuhi syarat uji keseragaman bobot yang ditentukan, sedangkan kapsul 80/T/P/12 tidak memenuhi syarat uji keseragaman bobot yang ditentukan.
Metode identifikasi parasetamol ini menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). KLT menggunakan fase diam silika gel 60 F 254 nm.dengan fase gerak etil asetat : metanol : ammonia (85 : 10 : 5). Dari pengamatan  KLT dengan sinar UV 254 nm dapat terlihat noda sampel 1 dan 2 yang  sama dengan baku Parasetamol BPFI.
Berdasarkan data pengujian secara KLT di atas, diduga sampel 55/T/P/12 mengandung BKO Parasetamol. Karena sampel, dan sampel + baku memiliki harga Rf yang sama dengan baku Parasetamol BPFI.
Untuk mempertegas hasil dari metode KLT dilakukan uji lanjutan menggunakan metode spektrofotometri UV-Visible seri 1700. Dan hasil percobaan menggunakan Spektrofotometri UV-Visible tersebut didapat hasil:
Dari data di atas, bahwa sampel 55/T/P/12  memenuhi  syarat terhadap uji yang dilakukan.negatif mengandung BKO Parasetamol.
Identifikasi pengawet metil paraben, propil paraben, asam sorbat dan asam benzoat pada sediaan obat tradisional serbuk 59/T/P/12 dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan fase diam silika gel 60 F dan fase gerak Toluen : Asam Asetat Glasial (80 : 20)
Berdasarkan hasil KLT di atas sampel (zat uji) negatif mengandung pengawet karena dilihat noda dan harga Rf yang tidak sama. Hasil dipertegas dengan metode spektrofotodensitometri.
Berdasarkan data di atas obat tradisional sediaan sampel 59/T/P/12 negatif mengandung pengawet metil paraben, propil paraben, asam sorbat, dan asam benzoat, sehingga sesuai dengan syarat yang ditentukan. Pada obat tradisional serbuk syarat tidak mengandung pengawet

Penetapan Kadar vitamin C pada produk komplimen menggunakan metode titrimetri dengan cara iodimetri. Prinsip penetapan reaksi reduksi-oksidasi. Iodium sebagai titran yang bereaksi dengan sampel dalam suasana asam... Titik akhir titrasi ditandai hilangnya warna biru setelah penambahan indikator kanji LP.
. Sampel  31/C/P/12 didapat kadar 111,42% dan sampel 32/C/12 kadar yang didapat 90,25%. Syarat kadar vitamin C tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 150,0 sesuai yang tetera pada etiket.Jadi sampel 31/C/P/12 32/C/P/12 memenuhi syarat.
Penetapan kadar Kalsium (Ca) dalam sampel 39/C/P/12 ditetapkan dengan metode kompleksometri..Dimana bila EDTA ditambahkan kedalam suatu larutan dari kation logam tertentu, maka akan membentuk kompleks kelat yang mudah larut. Bila indikator biru hidroksi naftol ditambahkan pada larutan menjadi merah anggur. Apabila EDTA ditambahkan pada larutan kalsium yang berwarna merah anggur  akan dikompleksikan menjadi biru. Yang harus diperhatikan dalam titrasi kompleksometri adalah pH larutan, titrasi kompleksometri stabil dalam suasana basa.
Hasil titrasi kompleksometri didapat kadar 101,06%. Syarat kadar kalsium (Ca) tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 125,0% sesuai yang tertera pada etiket. Jadi sampel 39/C/P/12 memenuhi syarat uji yang dilakukan.
Vitamin B komplek ditetapkan menggunakan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Pelarut yang digunakan asetonitril : AAG : air (5:1:94 .    Dengan  fase gerak campuran metanol:AAG:air (27:1:73) . Baku pembanding yang digunakan nikotinamid, riboflavin, thiamin HCl, piroksidin HCL.Prinsip   pemisahan komponen-komponen sampel dengan cara melewatkan sampel pada kolom yang selanjutnya dilakukan pengukuran kadar masing-masing komponen tersebut dengan suatu detektor.
Dari hasil praktikum sampel 33/C/P/12 memenuhi syarat uji. Syarat  tidak kurang dari 90,0% dan tidak  lebih dari 150,0% seperti yang tertera pada etiket.








BAB IV
KESIMPULAN

1.    Pada uji waktu hancur di atas, Pil 46/T/P/12 waktu hancur 42,18 menit pil 47/T/P 12, kaplet 73/T/P/12, kaplet 78/T/P/12, kapsul 80/T//12memenuhi syarat uji waktu hancur yang ditentukan
2.    Pil 46/T/P/12,tablet 78/T/P/12 memenuhi syarat uji keseragaman bobot yang ditentukan, sedangkan kapsul 80/T/P/12 tidak  memenuhi syarat uji keserag Dari hasil praktikum sampel 33/C/P/12 memenuhi syarat uji. Syarat  tidak kurang dari 90,0% dan tidak  lebih dari 150,0% seperti yang tertera pada etiket.aman bobot yang ditentukan.
3.    sampel 55/T/P/12  memenuhi  syarat terhadap uji yang dilakukan.negatif mengandung BKO Parasetamol.
4.    obat tradisional sediaan sampel 59/T/P/12 negatif mengandung pengawet metil paraben, propil paraben, asam sorbat, dan asam benzoat, sehingga sesuai dengan syarat yang ditentukan.
5.    Pada obat tradisional  Sampel  31/C/P/12 didapat kadar 111,42% dan sampel 32/C/12 kadar yang didapat 90,25%. Syarat kadar vitamin C tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 150,0 sesuai yang tetera pada etiket.
6.    Jadi sampel 31/C/P/12 32/C/P/12 memenuhi syarat.rbuk syarat tidak mengandung pengawet

       





DAFTAR PUSTAKA

Dietary Supplement Official Monograph USP 33.2010

Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995

Keputusan Mentri Kesehatan RI .Nomor:661/MENKES S/SK/VII/1994.Tentang Persyaratan OT
www.smallerob.com/Kesehatan/780-Apa-Saja Bahaya Nipagin

Putri, Widiana Sagita. 2011. Penetapan Kadar dengan KLT Spektrofotodensitometri. Diakses 20 Febuari 2012

http//smart.presh.blokspot.com/2011/10/Kimia Analisis.Farmasi.Penetapan .html.

Suaniti,NM,Suryadhi,MA.Hifa Pratiwi.2007.Penentuan Kuantitatif  Morfin dalam Urin secara Spektrofotodensitometri.Bali. Diakses  22 febuari dari Jurnal Kimia Universitas Udayana

http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php

USP NF. The Official  Compendia of Standards volume 1. U.S. Pharmacopeia The Standards of Quality. 2009